Sudah mau masuk 2019, saya mengamati sebagai Tim Sukses Prabowo – Hatta di Pilpres 2014, serangan kubu kepada Prabowo belum ada yang telak. Semua masih pakai peluru lama. Dugaan saya karena memang susah mencari kelemahannya.
Penyerang tak saja memakai peluru lama, tetapi juga memakai senjata dan penembak lama. Orang-orang yang menembak Prabowo dari samping ini gak kunjung nambah. Dia-dia lagi. Serangan semuanya seputar gaya dan cara. Kesimpulan; mereka melihat Prabowo tidak bisa diatur.
Memang, kalau anda pengecut, susah ketemu karakter kayak Prabowo yang suka tos-tosan. Orang itu terlalu rasional dan cerdas. Saya sering melihat Prabowo sama seperti pak Habibie. Orang rasional yang biasanya tidak punya masalah dengan kelompok politik Islam.
Saya baru melihat kelompok ini di ujung Orde Baru. Memang perlu umur yang cukup membaca mereka. Saya melihat sikap mereka ke pak Habibie gak bisa lupa. Sampai seluruh dunia meminta pak Habibie gak maju lagi. Padahal apa salah beliau. Sekarang terbukti.
Tanpa Habibie, transisi kita gak akan seperti ini. Beliau dalam waktu yang sangat pendek (1 tahun 7 bulan) di tengah desakan mundur oleh kelompok ini, BJH melakukan penyelamatan ekonomi dan penyelenggaraan pemilu yang paling JURDIL yang diakui dunia.
Tapi, beliau memang sepeti aneh;, terlalu rasional, blak-blakan, Dan seolah emosional. Gaya dan cara inilah yang dikembangkan seolah beliau orang bahaya. Habibie tidak saja digambarkan sebagai penerus Suharto tetapi juga dianggap akan memperpanjang umur orde baru.
Sama dengan cara melihat Habibie, kelompok ini tidak kuat melihat gaya dan cara Prabowo. Apalagi karena Prabowo itu seorang mantan tentara. Maka, pidatonya diolok-olok sebagai pidato seorang tiran yang akan membelenggu Indonesia dan menghilangkan kebebasan.
Itulah Prabowo yang saya kenal sejak kuliah. Tentara yang berlatar keluarga intelektual. Lahir sebagai anak orang yang sejak awal memikirkan bangsa dan negara. Sejak kuliah ia sudah menjadi perhatian aktivis mahasiswa. Karena ini tentara berpikir luas.
Jangan kita bandingkan Prabowo dengan para jenderal di sekitar Suharto sebab ia berbeda. Orang mungkin tidak percaya bahwa orang ini merdeka sejak awal. Sebagai jenderal tentu harus merdeka. Dan ia membaca situasi secara mendalam. Ia punya masukan yang berbeda.
Ia tidak bisa menjilat, dan itulah dosa Prabowo karena kelakuannya yang terlampau merdeka. Maka, justru ketika Orde Baru berakhir, dia mengambil semua reaiko dari perbedaan yang ada. Saya melihat dari dekat bagaimana ia diadu domba dengan BJH presiden ketika itu.
Demikianlah akhir 2 sahabat yang punya karakter dekat. Mereka terlalu rasional dan membaca tabiat para elit kita yang penjilat. Bagi yang gak punya karakter tentu yang gampang dijilat yang didukung. Yang bisa diseret ke kiri ke kanan atas bawah. Yang kosong.
Masalah Prabowo adalah kalau dia memimpin orang pintar dan orang berprestasi dapat tempat. Tapi yang bisanya hanya basa-basi dan menjilat akan sulit dapat posisi. Lobi-lobi gelap tak dapat porsi sebab dia tidak gampang diyakinkan kalau tidak benar.
Para penyerang Prabowo sekarang frustrasi berat sebab yang dipilih jadi wakil adalah Sandiaga Uno, anak muda yang berbakat. Biasanya mereka menyerang pakai agama, keduanya bukan ustadz atau kyai. Tapi keduanya tidak bisa diadu dengan masyarakat. Terutama umat Islam.
Tadinya, mereka berharap Prabowo akan memilih seseorang yang dapat mereka tuduh radikal dan fundamentalis Islam biar lengkap. Jadilah sebuah paket “kaum radikal yang akan mendirikan negara Islam yang mengancam masa depan NKRI”. Itu rencana tuduhannya.
Sekarang, mereka masih saja ingin menggambarkan bahwa kalau Prabowo berkuasa, seolah konstitusi kita akan berubah, seolah nanti yang memimpin negara ini hanya satu orang saja. Seolah negara akan kembali dalam zaman purbakala. Mereka menjual ketakutan.
Kepada mereka perlu diberitahu bahwa Prabowo telah mengambil jalan demokrasi. Apapun kata mereka Prabowo berkuasa melalui jalur konstitusi. Beliau mendirikan partai politik Gerindra sebagai jalan satu-satunya yang sah. Malah kelompok ini biasanya anti parpol.
Sejak awal Prabowo sadar bahwa partai politik adalah masa depan negeri ini sehingga di sanalah beliau berjuang hingga partai yang didirikan menjadi partai terbesar nomor 3 di negeri ini yang dalam survei sekarang menuju nomor 2 atau 1. Itu tidak gampang.
Menghembuskan keraguan seolah Prabowo akan menarik sejarah ke belakang hanya oleh orang yang sedang menariknya ke belakang. Intelektual seperti beliau sanggup memahami ide-ide rumit dalam demokrasi. Pemimpin bodoh memang kesulitan.
Itulah yang sekarang secara kontradiktif dipamerkan. Di satu sisi, mereka menyerang keislaman Prabowo tetapi di sisi lain mereka marah dengan kedekatan kelompok Islam dengan Prabowo. Kenapa bukan mereka yang dekat? Kenapa kimia Prabowo yang dapat?
Itulah soal sederhana, sejak orde baru tidak ada yang berubah dari Prabowo. Satu pertanyaan yang sering ditanya kepada saya adalah, “apa ada yang beda yang saya perjuangkan sejak kamu mahasiswa Fahri?” Memang tidak ada. Karena Prabowo ingin fair saja.
Sejak orba Prabowo melihat kenapa ada kelompok yang mau menjauhkan presiden Suharto dari kelompok Islam? Lalu ketika pak Harto memilih pak Habibie sebagai wakil dimulailah pergolakan. Itulah sejarah yang hanya sedikit orang yang tahu.
Itulah posisi Prabowo sejak awal. Dia tidak lahir dari keluarga santri tetapi anda tidak harus menjadi ustadz atau kyai untuk berlaku adil kepada orang Islam di negeri ini. Mungkin itu yang membuat dia pukul meja kalau ada yang mempersoalkan keislamannya.
Prabowo memang bukan seorang muslim santri, tapi jangan tanya posisi politiknya sejak dulu sampai sekarang. Ia tidak punya jarak psikologis untuk bertemu dengan kelompok Islam manapun, yang keras atau yang lunak. Ia gak punya beban hadir di Alumni 212 dll.
Itulah sebetulnya tipikal pemimpin yang kita perlukan. Dia hanya punya masalah dengan pengkhianat. Tapi dia gak anti berbeda pendapat. Saya sering memotong pembicaraan Prabowo dan berdebat keras. Kalau kita benar dia mengakui. Dia berterima kasih.
Memang ini jadi nampak seperti bukan kultur kita? Lalu kultur siapa? Bukankah Indonesia lahir dari perdebatan keras? Bukankah presiden pertama kita orang keras kepala?. Prabowo lebih terpukau dengan Sukarno. Apa yang salah dengan gayanya?
Inilah sekilas pribadi dan gaya Prabowo yang sekarang kembali menjadi Capres 2019 melawan orang yang sama yang telah kita beri waktu 5 tahun lamanya. Silahkan menentukan pilihan. Kalau menyerang pakailah ilmu yang lebih dalam. Selamat mencoba.
Twitter @Fahrihamzah 26/12/2018