oleh

Kemenpora dan RMI Akui Pertanggungjawaban Liga Santri 2017 Pakai Nota Fiktif

SUARAKEADILAN – Pelaksanaan Liga Santri 2017 ternyata masih menyisakan masalah sampai saat ini. Pasalnya, berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Telah ditemukan kejanggalan dalam pengelolaan anggaran Liga Santri 2017 tersebut.

Anggota BPK, Achsanul Qosasih menerangkan, bahwa berdasarkan hasil audit BPK ditemukan ada sisa anggaran sebesar 2,04 miliar di rekening RMI. Selain itu juga ditemukan ada transaksi yang terindikasi fiktif senilai 392 juta. Totalnya adalah sebesar 2,4 miliar.

Liga Santri 2017 adalah turnamen sepak bola, di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Dengan pelaksana kegaiatannya adalah Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI), lembaga Nahdlatul Ulama, yang berbasis pondok pesantren di seluruh Indonesia.

Dilansir dari tirto.id, Selasa (5/2/2019), pada Liga Santri 2017, Kemenpora mengucurkan dana 8 milar ke RMI. Audit BPK pada Mei 2018 menemukan ada sisa anggaran 2,04 miliar pada rekening RMI per 31 Desember 2017. Temuan lain ada transaksi terindikasi fiktif senilai 392 juta. Sehingga total ada 2,4 miliar yang masih bermasalah. Total dana ini belum dikembalikan ke negara. BPK membeberkan temuan ini agar RMI dan Kemenpora segera mempertanggungjawabkannya.

“Jadi sekarang saya minta mempertanggungjawabkan. Artinya melengkapi dokumen. Kalau tidak bisa, baru mengembalikan,” kata Achsanul.

Baca Juga :  ASA Pemalang: Pemalang Darurat Korupsi, Tangkap Bupati Junaidi

Ketua RMI Abdul Ghaffar Rozin membenarkan temuan BPK tersebut. Namun, ia membantah jumlah uang yang dimanipulasi sebesar 392 juta seperti yang disebut BPK. Menurutnya, jumlah yang tak bisa dipertanggungjawabkan oleh RMI antara 150 juta sampai 200 juta.

“Itu akhirnya kami wajib balikin. Tapi kalau 2,4 miliar, enggak,” kata Rozin.

Sementara itu, Asisten Deputi Pengembangan Olahraga Tradisional dan Layanan Khusus Kemenpora, Bayu Rahadian mengatakan jumlah uang yang akhirnya dikembalikan ke negara sekitar 300 juta. Namun Bayu menolak menunjukkan bukti pengembalian uang ke negara tersebut.

“Enggak boleh. Itu sudah diserahkan. Nanya ke pusat. Saya jamin ada buktinya. Sekitar Rp300 juta. Kami menindaklanjuti apa yang menjadi perhatian,” kata Bayu.

Keterangan ini berbeda dengan penuturan Achsanul Qosasih, anggota BPK yang bertanggungjawab atas pemeriksaan keuangan Kemenpora. Menurutnya, sampai akhir Januari 2019, BPK belum menerima buktinya.

“Buktinya belum masuk,” kata Achsanul Qosasih.

Soal transaksi terindikasi fiktif senilai 392 juta dipakai untuk pemalsuan nota penyewaan bus senilai 194 juta dan 151 juta. Kemenpora dan RMI sama-sama mengakui ada masalah dengan nota-nota kegiatan Liga Santri 2017.

Dalam penjelasannya ke BPK, Kemenpora mengakui membuat nota fiktif untuk menyewa bus. Bukti pembayaran 81 unit bus Tut (inisial-red) sebesar 194 juta yang diserahkan RMI dibantah oleh pihak perusahaan bus, saat dikonfirmasi BPK.

Baca Juga :  AMAIB: GCG Asia Melakukan Bisnis Penipuan Bermodus Investasi Bodong

Kuitansi sewa bus yang ditunjukkan BPK ternyata palsu. Kuitansi asli perusahaan bus menggunakan nomor dan diketik lewat mesin elektronik. Perusahaan bus juga mengaku tak pernah membuat mutasi sebesar 194 juta pada 28 Oktober 2017.

Perusahaan bus lain yang dimanipulasi bukti kuitansinya oleh panitia Liga Santri 2017 adalah Jprim, seperti yang tertera dalam laporan BPK. Panitia menyatakan telah membayarkan sewa mikrobus dan bus sebesar 151 juta. Jumlah ini terdiri 140 juta untuk biaya sewa 16 unit mikrobus (Elf) pada 25 Oktober 2017 dan 11 juta untuk biaya sewa 16 unit bus pada 28 Oktober 2018.

Bukti penyewaan bus itu dibantah oleh Jprim. Perusahaan merasa tidak pernah melakukan transaksi tersebut. Bahkan, Jprim mengaku tak memiliki unit mikrobus.

Menurut Achsanul Qosasih, BPK sebetulnya tidak terlalu mempermasalahkan uang yang tidak jelas pertanggungjawabnya itu. Menurutnya, permasalahan ini bisa ditoleransi karena kegiatan Liga Santri 2017 benar-benar berjalan. Masalah administrasi masih bisa diperbaiki sejauh tidak menyalahi aturan. Namun, bila ada dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, harus dikembalikan ke negara.

Baca Juga :  Polres Jakbar Hadiri Deklarasi Ormas Untuk Pemilu Damai 2019

Sementara itu Sekertaris Jendral Gerakan Pemuda Islam (Sekjen GPI) Diko Nugraha menyayangkan peristiwa penggunaan nota fiktif dalam pertanggungjawaban Liga Santri 2017. Ia merasa peristiwa ini merusak nama baik santri sebagai anak muda yang faham dengan agama. Terlebih masalah ini mengindikasikan adanya program yang terkesan bagi-bagi uang.

“Saya sebagai anak muda NU yang kenal menteri, kenal lingkungannya, sangat menyayangkan apabila nama santri tercoreng hanya gara-gara bancakan proyeknya Menpora. Jadi saya sebagai Sekjen GPI sangat menyayangkan apabila Liga Santri tercoreng oleh bancakan proyek Menpora,” jelas Diko.

Sekjen GPI ini meminta agar Menpora secepatnya menyelesaikan masalah ini dan memulihkan nama baik santri. Karena sebagai seorang santri NU, dirinya tidak kenal dengan hal-hal yang berbau manipulasi demi uang. Bahkan Diko sebagai santri akan menggalang gerakan mengumpulkan uang untuk menutupi kekurangan uang yang menjadi masalah antara RMI, Kemempora dan BPK.

“Kami para santri akan mengembalikan uang itu ke Kemenpora. Karena kami tidak mau serupiah pun memakan uang haram. Saya sebagai Sekjen GPI akan mendatangi para santri, akan mengembalikan uang itu dengan cara urunan tabungan. Kami gak mau para santri memakan uang haram sepeser pun. (AMN)

Loading...

Baca Juga