SUARAKEADILAN.ID – Sejumlah santri Yayasan Al Islah kabupaten Mimika provinsi Papua menggelar pesantren kilat untuk mengisi kegiatan di bulan ramadhan. Untuk memberikan wawasan baru, pesantren kilat kali ini mengundang muballig dari Sulawesi Selatan.
Pesantren kilat adalah salah satu rutinitas yang biasa dilaksanakan oleh instansi pendidikan bagi Yayasan dan Pondok Pesantren saat bulan suci ramadhan tiba. Tak terkecuali dengan Yayasan Al Islah yang mempunyai santri sekitar 600 orang santri ini. Yayasan yang menaungi tiga lembaga pendidikan yaitu, TK, SD, MTs ini juga mengelar pesantren kilat. Kegiatan tersebut sudah berlangsung beberapa hari dan ditutup Sabtu (25/5/2019) siang hari.
Kegiatan dilaksanakan di masjid Yayasan Al Islah jalan, Hasanuddin kabupaten Mimika provinsi Papua. Untuk pesantren kilat tahun ini, Yayasan Al Islah menghadirkan Ustad Subairi. Ia adalah muballig asal Sulawesi Selatan yang selama bulan ramadhan menjadi sebagai fungsionaris dakwah di dua masjid di Mimika. Yaitu Masjd Al Hijrah dan Masjid Nuiatan Darussalam.
Ketua Yayasan Al-Islah H. Tongano dalam paparannya megungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT. Karena kegiatan pesantren kilat ini berjalan sebagai mana yang diharapkan bersama.
“Apalagi kita kedatangan tamu spesial, yaitu Ustad Subairi. Yang insya Allah akan memberikan wejangan dan motivasi kepada kita semua. Tentang konsep pendidikan yang ideal di era revolusi industri saat ini. Atau yang biasa di sebut dengan revolusi 4.0,” kata Tongano kepada suarakeadilan.id usai penutupan acara.
Lanjut Ketua Yayasan Al Islah, ia merassa senang denga kedatangan Ustad Subairi yang memberikan pencerahan kepada masyarakat. Menurutnya, dengan adanya muballigh dari luar daerah, maka akan menambah wawasan kepada santtrinya.
Ustad Subairi yang menjadi pembicara tersebut adalah Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukhlisin Paria Sulawesi Selatan. Dalam penjelasannya ia menyapaikan bahwa santri Yayasan Al-Islah harus menjadi santri yang mempunyai krakter dan integritas yang baik.
“Karena biar bagaimanapun, tingginya ilmu kita tanpa disertai akhlak atau krakter yang mulia tidak akan bernilai apa-apa. Sebagaimana ada sebuah ungkapan yang mengatan. Bahwa adab, etika, karakter, tatakkrama, lebih diprioritaskan dari pada ilmu pengetahuan,” terangnya.
Ia menjelaskan, Abu Jahal disebut sebagai bapaknya orang bodoh bukan karena dia tidak pandai menghitung dan membaca. Dia adalah orang pandai. Hanya saja dia selalu menutupi dan menolak kebenaran yang dia ketahui sehingga diberi gelar Abu Jahal,” tegasnya.
Diakhir paparannya, Ustad Subairi berpesan kepada seluruh pembina dan santri Yayasan Al Islah agar jangan takut terhap revolusi industri 4.0.
“Mari kita berbenah diri dengan cara mengikuti perkembangan zaman. Insya Allah Yayasan Al Islah akan menjadi lembaga kebanggaan masyarat Mimika,” tuturnya. (SUB)