oleh

Bantuan Pemprov Banten Untuk Pesantren dan Madrasah, Sepenuh Hati?

Bantuan Pemprov Banten Untuk Pesantren dan Madrasah, Sepenuh Hati? Oleh: KH Imaduddin Utsman, Pengasuh Pondok Pesantren Nahdhatul Ulum Cempaka Kresek Tangerang Banten.

Tahun 2018 Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten menggelontorkan 102 milyar rupiah untuk lembaga keagamaan pondok-pesantren, majlis-taklim, madrasah, masjid, musolla, organisasi kemasyarakatan (ormas) dan lembaga keagamaan di Provinsi Banten. Dari jumlah itu lembaga yang menerima bantuan itu sebanyak 263 lembaga.

Diantaranya 3400 pondok pesantren yang diatasnamakan lembaga Forum Silaturahi Pondok Pesantren (FSPP) yang mencapai lebih dari 66 milyar. Dengan masing-masing pesantren mendapat Rp. 20 juta. Dan 53 pesantren khusus dengan angka tiga kali lipat lebih besar. Dalam tulisan ini hanya akan membatasi pembahasan hibah untuk madrasah dan pondok-pesantren. Walaupun untuk lembaga lainpun bisa menarik untuk dibahas.

Bantuan untuk madrasah dan pondok pesantren yang digulirkan ini agaknya merupakan implementasi dari penegasan Gubernur Wahidin Halim di depan anggota DPRD Banten saat penyampaian jawaban gubernur atas pemandangan fraksi-fraksi terkait perubahan APBD Banten 2017 di gedung DPRD Banten (Kamis/9/2017).

Bantuan hibah Pemprov Banten ini tentunya disambut baik masyarakat terutama para pengelola ponpes dan madrasah. Sesuai janji Gubernur Banten, bantuan untuk pondok pesantren ini akan bergulir tiap tahun dan tahun 2019 ini nilainya akan dinaikkan menjadi Rp. 30 juta.

Namun sayang anggaran tahun 2019 ini terancam tidak bisa dicairkan karena terbentur aturan. Aturan yang dimaksud adalah Permendagri Nomor 32 tahun 2011 yang merupakan pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD. Termasuk aturan pasal 4 ayat (4) huruf b yaitu tidak boleh terus menerus setiap tahun anggaran.

Baca Juga :  Siaga Bencana, Erna Rasyid Taufan Galang Donasi Melalui Lazismu

Saya akan memberikan beberapa catatan dan atau usulan terkait pemberian bantuan hibah untuk ponpes dan madrasah tersebut dengan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, perhatian pemerintah provinsi banten terhadap pondok-pesantren dan madrasah hendaklah tidak hanya berkutat pada nominal berapa yang bisa diberikan kepada Madrasah dan pesantren. Tetapi perlu diadakan pemetaan masalah di mana pemerintah bisa masuk didalamnya. Terutama komunitas pondok pesantren salafiyah yang tidak memiliki lembaga formal yang takhassus dalam tafaqquh fiddin yang sangat berperan dalam membina akhlak dan keagamaan masyarakat. Khususnya generasi muda perlu mendapatkan perhatian lebih.

Hal demikian karena banyak ponpes salafiyah yang tidak bisa bertahan oleh perkembangan zaman. Misal, kebijakan pemerintah atau swasta yang mensyaratkan ijazah dalam setiap rekrutmen kerja atau kedinasan. Tentu menjadikan pesantren salafiyah yang tidak memiliki madrasah formal mengalami kendala tersendiri. Yang karena tuntutan itu kemudian para orang tua yang ingin memesantrenkan anaknya akan memilih pesantren yang memiliki madrasah.

Menghadapi masalah ini, apa yang bisa dilakukan pemprov? Misal, langkah yang akan ditempuh adalah membuat kebijakan setiap rektrutmen pekerja di pabrik atau instansi yang berada di kewenangan pemprov menghapus persyaratan ijajah dan cukup mendapatkan stempel dari pengasuh pesantren bahwa ia adalah lulusan pesantren tersebut.

Atau langkah yang akan diambil pemprov adalah membentuk tim untuk mensosialisasikan pentingnya pendidikan formal sebagai prasyarat anak didik kita mendapatkan tempat dalam kehidupan setelah lulus dari ponpes. Atau pemerintah akan membantu menyiapkan gedung sekolah untuk setiap pesantren salafiyah yang bersedia mengakomodir pendidikan formal.

Baca Juga :  Menjaga Marwah Banten, Sebuah Opini Udin Saparudin

Saya kira banyak yang bisa dilakukan pemprov bila betul memiliki political will untuk memperhatikan pendidikan agama. Bisa juga dengan mendirikan Balai Latihan Kerja (BLK) di pesantren salafiyah agar mereka siap menjadi pekerja bila nanti tidak terjun ke dunia pendidikan. Bisa juga dengan mengadakan pelatihan wirausaha dikalangan para santri agar menjadi santri enterpreneur. Tentunya sebelum itu pemprov perlu mengadakan pemetaan potensi disetiap pondok pesantren lalu dari pemetaan itu pemprov melihat apa intervensi yang bisa dilakukan.

Kedua, tentang madrasah. Sebagai bagian dari lembaga pendidikan madrasah dapat memperoleh bantuan pendanaan dari pemerintah daerah sebagaimana amanat pasal 46 ayat (1) UU Nomor 20 taun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan pasal 2 ayat (1) PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan yang menyatakan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.

Pendanaan pendidikan yang dimaksud bukan hanya bantuan hibah. Tetapi pemprov juga bisa memberikan Bantuan operasional daerah (Bosda) untuk madrasah. Seperti yang dilakukan oleh pemprov Jawa-timur. Bisa juga dengan memberikan beasiswa S1 atau S2 untuk guru madrasah.

Baca Juga :  Sosialisasi 4 Pilar MPR RI Ekonomi Pancasila Menjadi Solusi di Masa Pandemi
Dana hibah untuk madrasah tahun 2018 pun bisa kita bahas kenapa tidak seperti pesantren bisa dapat seluruhnya? Kenapa hanya madrasah tertentu saja? Kenapa nampak dari nama-nama madrasah yang mendapat dana hibah tersebut kebanyakan dari ormas tertentu? Apa kriterianya? Dan sebagainya.

Ketiga, tentang anggaran hibah pesantren tahun 2019 yang terancam tidak bisa dicairkan karena terbentur aturan tidak boleh berturut-turut. Saya kira masalah ini akan mudah bila pemprov sepenuh hati ingin mencairkan. Bagaimana caranya? Mudah.

Dana untuk 3400 pesantren itu kan tahun 2018 atasnama FSPP. Jadi pemprov bisa tetap mencairkan dana itu dengan nama pesantren masing-masing. Kenapa bagi 53 pesantren tertentu tahun 2018 bisa dengan nama pesantren langsung tapi kepada pesantren lain tidak bisa? Apa bedanya? Apa istimewanya pesantren yang 53 itu sehingga namanya tercantum dalam nota dinas dan nilainya lebih besar sementara pesantren lain tidak bisa dan nilainya lebih kecil.

Saya yakin pemprov mampu dan sumberdayanya lebih bagus dari FSPP. Atau ada cara lain yaitu dengan mengganti lembaga lain yang bersedia selain FSPP, MUI misalnya. Kecuali memang pemprov hanya mau bekerja sama dengan FSPP, ya jadi sulit urusannya. Terpaksa para pengelola pesantren harus sabar menunggu hingga tahun 2020 untuk dapat memanfaatkan dana yang menjadi haknya tersebut.

Semoga catatan dan atau usulan ini bisa bermanfaat bagi kita semuanya.

Loading...

Baca Juga