oleh

Buruh Kasar TKA Cina 800 Ribu, Tenaga Kerja Pribumi 120 Ribu

SUARAKEADILAN.ID – Penggunaan Buruh Kasar TKA Cina PLTU Sulbagut-1 Tanjung Karang di kecamatan Tomilito, kabupaten Gorontalo Utara, provinsi Gorontalo ternyata bukan isapan jempol belaka. Paling tidak hal itu yang direkam oleh salah satu pekerja pribumi yang juga bekerja di tempat yang sama.

Video tersebut didapatkan dari salah seorang pekerja di pembangunan tersebut. Ia mengaku mendapatkan video tersebut dari keluarganya yang juga bekerja di PLTU Sulbagut-1.

“Saya dapatkan video itu dari salah satu keluarga besar saya. Sama seperti saya, dia juga bekerja di proyek PLTU Tanjung Karang,” kata Budi (nama samaran), Senin malam melalui sambungan telepon (15/7/2019).

Ia menjelaskan bahwa penggunaan buruh kasar TKA Cina tersebut paling tidak dari 6 bulan yang lalu. Budi memperkirakan jumlah TKA Cina yang ada di proyek tersebut sebanding dengan tenaga kerja pribumi.

“Kalau saya perkirakan seluruh jumlah pekerja di proyek itu sekitar 600 orang. Perbandingan orang Cina (TKA Cina-red) dengan pribumi itu ya satu banding satu. Sekitar 6 bulan lalu mereka kost di warga sekitar, sekarang mereka sudah dijadikan satu di proyek (mess-red),” jelas Budi.

Baca Juga :  Sekjen PP GPI: Agus Flores Harus Maju di Pilkada Sulawesi Tengah

Pria yang mewanti-wanti namanya tidak disebutkan ini menjelaskan bahwa sebenarnya ia tidak keberatan dengan penggunaan TKA. Budi bahkan sempat berharap kedatangan TKA Cina ini akan membuatnya mendapat ilmu baru. Namun ia merasa sangat kecewa karena kenyataannya tidak seperti yang dibayangkan.

“Saya pikir orang Cina yang datang itu teknisi-teknisi akan mengajari kami di proyek ini. Ternyata tidak. Yang datang itu bukan Cuma teknisi, tapi buruh kasarnya juga. Jadi tidak ada yang diturunkan ke kami. Justru kami yang menurunkan ilmu ke mereka,” tutur Budi.

Ia mencontohkan, pernah terjadi kelompoknya mengerjakan sebuah bangunan yang sama dengan para buruh kasar TKA Cina. Ternyata hasil pekerjaan tenaga kerja pribumi lebih kokoh dibanding tenaga kerja impor.

“Salah satu orang Cina yang mulai bisa bahasa kita mendatangi kami. Mereka bertanya bagaimana cara kami membangun. Ini kan berarti kami yang mengajari mereka,” tegas Budi.

Baca Juga :  Sosialisasi 4 Pilar MPR RI Ekonomi Pancasila Menjadi Solusi di Masa Pandemi

Jika dinilai dari etos kerja, Budi merasa TKA Cina yang ada di proyek PLTU Sulbagut-1 juga tidak sebaik yang dikatakan beberapa pengamat. Ia menuturkan, beberapa saat yang lalu para buruh kasar TKA Cina ini justru berulah dengan alasan yang tidak masuk akal.

“Mereka bekerja dari jam 6 pagi sampai jam 10 siang, setelah itu mereka istirahat. Alasannya, cuaca di sini sangat panas dan mereka tidak kuat terhadap panas. Orang Cina baru kerja lagi jam 2 siang sampai jam 6 sore. Kalau dibilang profesional, masa seperti itu dibilang profesional?” tanya Budi.

Masalah kemudian timbul setelah beberapa pekerja pribumi memprotes hal ini. Sebanyak 12 pekerja pribumi sempat dipecat karena aksi protes tersebut. Namun pada akhirnya mereka dipekerjakan kembali.

“Tujuh orang dipecat gara-gara ribut di pos. Besoknya 5orang lagi dikeluarkan. Namun atas solidaritas yang lain, akhirnya mereka dipekerjakan lagi,”tutur Budi.

Baca Juga :  Selly Dharmawijaya Beri Dukungan dan Motivasi Kepada Warga Binaan

Perbedaan gaji juga menjadi pertanyaan tersendiri bagi pekerja pribumi. Budi menjelaskan, pekerja pribumi merasa heran, mengapa perbedaan gaji antara mereka dengan buruh kasar TKA Cina sangat jauh.

“Ada pekerja Cina, namanya Wong. Dia belajar bahasa Indonesia dari teman-teman. Dia bilang kalau bayaran mereka 800 ribu, sedangkan kami Cuma 120 ribu. Jauh banget,” katanya.

Menurut Budi, keberadaan buruh kasar TKA lebih banyak kerugiannya dibanding manfaatnya. Selain tidak banyak tranformasi ilmu yang didapat, ada beberapa hal negatif lainnya yang seharusnya dipertimbangkan oleh pemerintah.

“Bayangkan saja, gaji mereka jauh lebih besar dibanding kami. Coba kalau uang itu untuk mempekerjakan masyarakat sekitar, masih banyak kok masyarakat sekitar yang masih nganggur. Lagipula, uang itu dibawa pulang ke Cina. Ngambil uangnya di Indonesia, dipakainya di negara Cina,” tutup Budi. (AMN)

Loading...

Baca Juga