oleh

Demokrasi Suburkan Rasisme, Opini Nisaa Qomariyah

Demokrasi Suburkan Rasisme

Oleh: Nisaa Qomariyah, S.Pd. (Praktisi Pendidikan dan Muslimah Peduli Negeri)

Kasus George Floyd warga Amerika Serikat, berkulit hitam memicu kerusuhan yang meluas di negeri Paman Sam. Isu rasisme selalu menjadikan produk dagangan politik yang amatlah sensitif. Terlebih sesudah terpilihnya Donald Trump menjadi presiden untuk menggantikan kedudukan Barack Obama yang sudah berkuasa selama dua periode.

Tindakan diskriminatif sekaligus keji yang menimpa George Floyd terjadi ketika polisi menekan lehernya dengan lutut. Tindakan yang kemudian mengakibatkan George Floyd mengaduh dan sulit bernapas. Tak ayal nyawanya pun melayang. Akibat tindakan biadab tak berperasaan.

Adegan keji itu terekam video amatir dan viral ke penjuru dunia. Kejadian tersebut membuat geram seluruh publik Amerika Serikat dan memicu demonstrasi. Menimbulkan bentrok antara polisi dan masyarakat, penjarahan sejumlah toko dan sejumlah demonstran yang membakar kantor polisi.

Kasus rasisme yang menimpa George Floyd bukanlah yang pertama. Tindakan diskriminatif ini tidak dapat dilepas dari sejarah panjang negara Amerika Serikat. Tercatat dengan tinta hitam yang mungkin lebih gelap dari warna kulit.  Salah satu aktor yang membintangi juga terkenal Rasis amatlah sadis, Ku Klux Klan yang sudah berdiri sejak tahun 1865 tetapi rekam jejaknya masih bertalun-talun hingga saat ini.

Baca Juga :  Ketua Relawan 01 AMBB Ingatkan Relawan Agar Tidak Terlena Survai

Sangatlah dikenal dengan menggaungkan paham ekstrem seperti white supremacy, white nationalism, dan anti-immigration, organisasi ini tak segan pula membangun intimidasi bagi siapa pun yang berani menentangnya. Kabarnya gerakan ini telah kembali mencuat apalagi setelah orang nomor satu di Amerika Serikat diduga bagian dari organisasi ini.

Kasus rasisme yang tidak kunjung usai, sukses menggores wajah Amerika Serikat. Mengingat selama ini Amerika telah dikenal vokal menyerukan dan ikut menindak pelanggaran hak asasi manusia di negeri orang. Insiden yang dialami oleh George Floyd jelas semakin membuka mata dunia.

Betapa buruknya wajah Amerika yang menyatakan diri sebagai pelindung HAM nomor wahid di dunia. Semakin jelas pula bahwa kapitalisme demokrasi yang diusung saat Amerika terbukti gagal dalam mewujudkan ekualitas, egalisasi dan liberalisasi yang kabarnya digadang-gadang harga mati.

Baca Juga :  Amandemen Konstitusi Menuju Kedaulatan Rakyat dan Kembalinya Negara ke Dasarnya

Bercermin dari kasus Floyd, sejatinya bukan hal aneh jika rasisme menjadi penyakit dalam tubuh demokrasi. Demokrasi telah menempatkan warga kulit hitam sebagai warga kelas dua di Amerika. Suara mereka didulang saat kampanye dengan janji-janji palsu.

Namun fakta berbicara, kesejahteran dan persamaan hak tidak pernah mereka kecap dan rasakan. Sebaliknya tindakan rasis dari warga kulit putih bahkan negara menjadi makanan sehari-hari mereka. Tak ayal, mereka pun berontak menuntut hak yang sama.

Kasus Floyd hanya secuil contoh tindakan diskriminatif dan ketidakadilan yang terjadi di dunia. Tidak terhitung tindakan diskriminatif, khususnya yang menimpa umat Islam di dunia. Namun, hingga hari ini tidak kunjung tuntas bahkan terus saja bermunculan.

Kasus diskriminatif dan rasisme niscaya akan usai, jika aturan Islam diterapkan secara menyeluruh dalam institusi negara, yakni Khilafah. Khilafah merupakan kepemimpinan umum umat Islam untuk dunia yang lebih adil, sejahtera, dan aman. Sebab dalam aturan Islam yang tercantum jelas dalam Al-Quran dan diperkuat dalam hadis.

Baca Juga :  Mewaspadai Pesantren Pengusung Khilafah dan Anti NKRI di Banten

Perbedaan ras dan warna kulit merupakan qada dari Allah SWT., yang tidak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Tidak ada perbedaan antara orang Arab dan non Arab, terkecuali ketakwaan dan keterikatan hukum dari Allah SWT. Pengurusan rakyat dalam naungan syariah Islam akan menjadikan berkah bagi seluruh alam.

Jadi, jelas sangatlah nyata perbedaan aturan kapitalisme dan Islam. Kapitalisme terbukti memberikan ruang bagi manusia untuk melalaikan syariat dari Allah SWT. Sebab manusia membuat aturan sendiri. Inilah ciri khas kapitalisme yang menimbulkan kekacauan, konflik kepentingan.

Diskriminasi dan kesengsaraan di dunia. Sebaliknya Islam akan memberikan kepatuhan total terhadap apa-apa yang datang dari Allah SWT. dan Rasulullah SAW., yang sejalan dengan tujuan penciptaan manusia dan alam semesta.

Wallahu a’lam bi ash-shawab

Loading...

Baca Juga