oleh

Fatamorgana Keluarga Ideal Dalam Sistem Abnormal. Opini Dyan I T

Fatamorgana Keluarga Ideal Dalam Sistem Abnormal. Oleh: Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd., Pemerhati Masalah Sosial dan Politik

Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XXVII tahun 2020 yang rencananya akan diselenggarakan di Kota Padang dibatalkan. Harganas dijadwalkan dilaksanakan pada 11-14 Juni 2020. Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah mengatakan pembatalan acara tersebut disebabkan merebaknya Covid-19 di sejumlah wilayah di Indonesia termasuk di Kota Padang.

Menurut Wali Kota, pembatalan tersebut disampaikan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). “Iya, pelaksanaan Harganas di Kota Padang dibatalkan,” katanya berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Padangkita.com, Minggu (12/4/2020) pagi.

Dirinya menjelaskan kegiatan yang akan digelar 11 Juni 2020 tersebut dibatalkan karena situasi yang berkembang saat ini yakni adanya pandemi Covid-19. “Pemerintah saat ini tengah fokus memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Selain itu juga adanya refocussing kegiatan, relokasi kegiatan dan lainnya untuk penanganan dampak Covid-19,” ujarnya.

Sebelumnya, kegiatan tersebut direncanakan akan dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo di Kota Padang.
Perlu diketahui, Harganas merupakan ajang untuk menggelorakan dan mensosialisasikan Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) untuk mewujudkan bangsa Indonesia berkarakter dan sejahtera. Sesuai dengan Surat Keputusan Presiden RI No. 39 Tahun 2014 tentang Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang diselenggarakan setiap tanggal 29 Juni. (padangkita.com)

Harganas 2020 mengangkat 3 tema lokal yakni Keluarga Beragama, Keluarga Berbudaya dan Keluarga Produktif. (harianhaluan.com).

Tema lokal pertama, Keluarga Beragama. Tidaklah mengherankan ketika ibu kota Sumatera Barat ini mengangkat tema ini karena sudah diketahui secara luas masyarakat Padang sangat religius bahkan orang Padang identik dengan Islam. Dilansir dari Wikipedia, Islam di Sumatera Barat adalah agama yang dipeluk oleh sekitar 98% penduduknya. Sebagai salah satu bukti Kota Padang dikenal sangat religius adalah banyaknya da’i atau ulama dari kota tersebut serta masjid-masjid yang berdiri kokoh dengan megahnya.

Baca Juga :  TP4D Mengawal Empat Puskesmas di Manggarai Sudah di PHO

Tentulah bersemai harapan, Keluarga Beragama tidak hanya ada di Kota Padang, tetapi di seluruh kota di negeri ini. Namun akibat sistem sekulerisme yang diterapkan, agama (baca : Islam) hanya dipahami sebatas ranah spiritual dan moral. Sistem ini memang memisahkan agama dari kehidupan masyarakat dan negara. Padahal Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 50 : “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? (Hukum) Siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi kaum yang yakin.”

Hampir setiap hari, media massa tak pernah sepi dari pemberitaan keluarga-keluarga yang jauh dari agama. Ayah memperkosa anak kandungnya, suami menjual istri karena terlilit utang, anak membunuh orang tua, hubungan incest dalam keluarga, dan lain sebagainya hanyalah beberapa contoh dari problematika keluarga yang mendera di negeri zamrud khatulistiwa ini. Kadar iman yang kurang, hanya berfokus pada pemenuhan hawa nafsu sesaat, berimbas pada hilangnya rasa takut akan azab Allah SWT kelak. Firman Allah SWT dalam surah Al-Qiyamah ayat 36 : “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja tanpa pertanggung jawaban?”

Tema lokal kedua, Keluarga Berbudaya. Adat budaya Padang berdasarkan pada syariat Islam, yang tertuang dalam sebuah adagium yang berbunyi : “Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai. (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al-Qur’an. Syariat memberikan hukum, adat mengamalkannya).” Sehingga budaya-budaya yang ada sebelum Islam datang seperti menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang. (wikipedia.org)

Begitulah seharusnya mendudukkan adat istiadat dan budaya, yaitu berdasarkan panduan Islam. Tetapi lagi-lagi akibat sistem sekulerisme yang dijadikan acuan di negeri ini, dengan dalih mendongkrak sektor pariwisata, adat istiadat dan budaya yang berbau syirik, memiliki asal usul ritual syirik dan pemujaan atau penyembahan kepada dewa-dewa atau tuhan-tuhan selain Allah SWT kembali dibangkitkan.

Baca Juga :  Polres Jakarta Barat Dibanjiri Karangan Bunga Berisi Ucapan Terimakasih

Adat istiadat dan budaya selama tidak bertentangan dengan syariat Islam tentu tidak dilarang melakukannya. Namun, jika bertentangan dengan syariat Islam maka hukumnya haram. Hal tersebut sebagaimana yang Allah SWT firmankan dalam surah Al-Baqarah ayat 170 : “Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,’ mereka menjawab, ‘(Tidak) ! Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya)’ Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun dan tidak mendapat petunjuk.”

Tema lokal ketiga, Keluarga Produktif. Bukan hal yang mengejutkan, tema ini juga menjadi tema lokal yang diambil Kota Padang. Selain sohor dengan banyaknya da’i atau ulama yang berasal dari Padang, orang Minangkabau juga sangat menonjol di bidang perdagangan. Salah satu contoh, rasa-rasanya sangat sulit untuk tidak menemukan rumah makan Padang di seluruh kota di negeri ini. Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada dalam perantauan, umumnya bermukim di kota-kota besar. (slideshare.net).

Produktif tentu haruslah berdasarkan Islam. Produktif menurut Islam adalah suatu sikap yang ingin terus berkarya atau menghasilkan sesuatu hal yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Orang yang produktif adalah orang yang tidak berpangku tangan dan tidak pernah berhenti dalam berusaha. Rasulullah SAW bersabda : “Sebaik-baik manusia adalah orang yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain.” (HR. Ahmad). (definisimenurutparaahli.com)

Dengan tema Keluarga Produktif, ada asa semoga keluarga-keluarga di negeri ini mampu mencukupi kebutuhan pokok mereka dengan maksimal. Tetapi apa mau dikata, produktivitas nyatanya tidak serta merta berkait berkelindan dengan tercukupinya kebutuhan primer. Faktor ekonomi yang terpuruk, serta melambungnya harga kebutuhan dan biaya hidup, membuat sebagian besar masyarakat membanting tulang siang dan malam untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari yang masih belum juga terpenuhi.

Sistem sekuler telah menjauhkan tanggung jawab penguasa dalam mengurusi rakyatnya. Karena dalam sistem ini, penguasa memang tidak menjadikan ajaran agama (baca : Islam) sebagai panduan dalam mengatur negara. Kalau pun ada peran penguasa dalam mengurusi rakyatnya, sangatlah minim dan terkesan ala kadarnya.

Baca Juga :  Asosiasi Guru AGPAII Kota Parepare Ikuti Jalan Santai Kemenag Sulsel

Padahal produktivitas juga membutuhkan pendampingan negara. Dalam pandangan Islam, negara adalah pelayan rakyat, mengurusi kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Negara bertugas memberi jaminan dan pelayanan. Menjamin penghidupan, kesejahteraan, keamanan, serta kebutuhan dasar rakyat. Menciptakan lapangan kerja adalah kewajiban negara agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan. Rasulullah SAW bersabda : “Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat); ia akan diminta pertanggungjawabannya atas urusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Yang tidak punya keterampilan bekerja juga akan diberi pelatihan agar ia memiliki kemampuan dan skill yang mumpuni. Negara akan membuka lapangan pekerjaan yang menyerap tenaga laki-laki. Kewajiban mencari nafkah ada di pundak laki-laki. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : “Cukuplah seorang muslim berdosa jika tidak mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya.” (HR. Muslim).

Perempuan tidak akan dibebani dengan masalah ekonomi. Karena tugas utamanya adalah mendidik generasi. Negara juga memberi jaminan pemenuhan kebutuhan dasar yang layak. Seperti jaminan kesehatan, pendidikan, keamanan, sandang, pangan, serta papan. (muslimahnews.com)

Walhasil, menggapai keluarga ideal dalam sistem abnormal ini hanya beroleh fatamorgana. Sistem sekuler dikatakan sebagai sistem abnormal karena bertentangan dengan fitrah penciptaan manusia. Sistem abnormal yang menafikan hukum-hukum yang telah Allah SWT turunkan dalam mengatur kehidupan manusia dalam semua bidang. Karena manusia adalah makhluk yang serba lemah dan terbatas sehingga membutuhkan pengaturan yang sememangnya hanya dari Allah Yang Maha Tahu sebagai penciptanya. Semoga dalam waktu yang tidak lama lagi, sistem abnormal ini terjungkal dari peradaban manusia. Hanya dalam sistem Islam, keluarga ideal akan mampu dicapai karena ianya hidup dalam habitat yang sesuai. Wallahu’alam.

Loading...

Baca Juga