oleh

Khilafah, Solusi Untuk Rohingya dan Dunia. Opini Saltina

Khilafah, Solusi untuk Rohingya dan Dunia. Oleh: Saltina, S.Pd., Penggerak Opini Islam dan Member AMK.

Sebuah aksi heroik penyelamatan pengungsi Rohingya oleh nelayan Aceh kembali terjadi. Proses evakuasi yang berlangsung penuh haru tersebut terjadi pada Jumat, 26 Juni 2020. Sebanyak 94 pegungsi Rohingya, 30 di antaranya anak-anak, berhasil diselamatkan. Aksi heroik para nelayan tersebut berlangsung dramatis diwarnai tangis dan aksi protes warga yang tak rela kapal para pengungsi ditarik menjauh dari tepi pantai.

Sebelumnya pemerintah daerah Lhokseumawe enggan menerima para pengungsi karena khawatir akan Covid-19. Tak setuju dengan keputusan pemerintah daerah, penduduk akhirnya melakukan aksinya sendiri dengan mengevakuasi para pengungsi Rohingya yang beberapa bulan sebelumnya terombang-ambing di laut lepas, tanpa tujuan yang jelas dan tanpa suplai makanan yang memadai.

“Sayang that aneuk mit mantong ipip deik lam kapai dum. Kapai reuleh dan boco. Kiban meunyoe lham. Tarek keuno aju, kamoe yang bi bu (Sayang sekali anak-anak kecil masih ada yang menyusui di dalam kapal. Kapal rusak, dan bocor. Bagaimana kalau tenggelam. Tarik kemari sekarang, kami yang beri makan),” teriak salah seorang warga. jabarbicara.com (26/6/2020)

Teriakan dalam dialek daerah Aceh tersebut menggema, membela langit pesisir pantai Lancok, Syamtalira Bayu bagian utara Aceh. Sebuah teriakan yang tak biasa. Tak sekedar panggilan kemanusiaan, melainkan sebuah panggilan iman yang menunjukkan bahwa masyarakat Aceh masih memiliki perasaan Islam. Sebuah perasaan yang lahir dari kekuatan akidah dan dorongan Iman.

Sungguh, masyarakat Aceh telah membuka mata dunia tentang bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap minoritas muslim Rohingya yang tertindas. Mereka adalah saudara seiman kita yang selayaknya kita rangkul dan berikan perlindungan. Duka mereka adalah duka kita dan rasa sakit yang dialami mereka juga kita rasakan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang dengan sesama mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan (sakit) demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Bukhari-Muslim)

Mengapresiasi aksi para nelayan, Amnesty Internasional memuji solidaritas kemanusiaan mereka. “Itu adalah penghargaan bagi masyarakat di Aceh yang berani mengambil risiko sehingga anak-anak, perempuan dan laki-laki ini dapat dibawa ke pantai. Mereka telah menunjukkan yang terbaik dari kemanusiaan,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia, Usman Hamid. visimuslim.org (26/6/2020)

Baca Juga :  Khilafah dan Modernisasi. Opini Ina Ariani Ummu Asrul Sani

Namun, tentunya menyikapi permasalahan muslim Rohingya tak boleh sekadar pujian bagi sang penolong. Juga tentu tak boleh sebatas simpati sesaat terhadap minoritas Rohingya yang tertindas. Mengingat penindasan dan penderitaan yang menimpa mereka bukan kali ini saja terjadi. Melainkan berlangsung sudah sangat lama.

Internasional State Crime Initiative (ISCI) merilis laporan kronologi sejarah genosida muslim Rohingya yang terjadi sejak sebelum kemerdekaan Myanmar sampai sekarang;

1942: Pembantaian muslim Rohingya pro-Inggris. Terjadi saat okupasi Jepang sebelum kemerdekaan Myanmar. Sekitar 100.000 muslim Rohingya tewas dan ribuan desa hancur.

1948: Kemerdekaan Myanmar dari Inggris Raya

1978: Operasi King Dragon. Bertujuan untuk mengintimidasi kaum Rohingya dan memaksa mereka keluar dari wilayah Arakan. Sekitar 200.000 orang melarikan diri ke Bangladesh.

1982: Myanmar tidak mengakui kewarganegaraan kaum Rohingya. Rohingya tidak diakui sebagai bagian dari 135 kelompok etnis resmi Myanmar.

1990an: Repatriasi, 200.000 warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh dipulangkan paksa.

2001: Penghancuran mesjid dan sekolah. 28 mesjid dan sekolah Islam di wilayah Maungdaw dihancurkan.

2012: Muncul gerakan Rohingnya Elimination Group. Didalangi oleh kelompok ekstremis 969. Bertujuan untuk menghapus kaum Rohingya dari bumi Arakan. Sekitar 140.000 orang dipaksa tinggal di camp konsentrasi, 200 orang tewas.

2013: Eksodus besar-besaran. Ribuan warga Rohingya melarikan diri dengan kapal untuk mengungsi ke Indonesia, Malaysia dan Thailand.

2015: Krisis kapal pengungsi di laut Andaman. Ribuan orang terkatung-katung di lautan, diantara mereka banyak yang meninggal dalam perjalanan. UNHCR memperkirakan 150.000 orang melarikan diri dari perbatasan Myanmar – Bangladesh sejak Januari 2012.

*Sumber: Laporan Internasional State Crime Initiative (ISCI) 2015 dan A History of Arakan oleh Mohammed Yunus 1994.

Sejarah Muslim Rohingya

Jumlah penduduk Myanmar lebih dari 50 juta jiwa. Sebanyak 70% penduduknya beragama Budha dan sisanya sekitar 30%, yaitu 7 juta jiwa adalah kaum muslim. Akan tetapi pemerintah Myanmar hanya mengakui sekitar 4% dari kaum muslim. Setengah dari jumlah muslim Myanmar berasal dari Arakan, suatu provinsi di barat laut Myanmar. Burma sekarang Myanmar berusaha mengusir mereka, tidak memberi kewarganegaraan dan tidak mengakui hak-hak mereka.

Baca Juga :  Danpusterad Gelar Komunikasi Sosial Kreatif Dengan Mahasiswa

Pada tahun 1430 Rohingya menjadi kesultanan Islam yang didirikan oleh Sultan Sulaiman Syah dengan bantuan masyarakat Bangladesh. Islam mulai masuk ke negeri Burma pada abad  ke-7 masa Khalifah Harun ar-Rasyid, ketika Khilafah menjadi negara terbesar di dunia selama beberapa abad. Arakan merupakan tempat terkenal bagi para pelaut Arab, Moor, Turkey, Mongul, Asia Tengah dan Bengal yang datang sebagai pedagang, prajurit dan ulama. Pedagang tersebut banyak yang tinggal di Arakan dan bercampur dengan penduduk setempat. Dari percampuran tersebut terbentuk suku baru yaitu suku Rohingya.

Islam mulai menyebar ke seluruh Burma ketika mereka melihat kebenaran, kebesaran dan keadilan Islam. Kaum muslim memerintah provinsi Arakan lebih dari 3 setengah abad, antara tahun 1430-1784 M. Pada tahun 1784 M kaum Kafir berkoalisi menyerang provinsi Arakan dan orang-orang Budha pun mendudukinya. Mereka merusak, membunuh dan menumpahkan darah kaum muslimin khususnya para ulama dan dai. Hal itu karena kebencian dan fanatisme mereka pada kejahiliyaan Budhisme yang mereka anut.

Bisunya Dunia atas Derita Muslim Rohingya

Merebaknya pandemi Covid-19, tak dipungkiri telah mengancam dan mengubah tatanan dunia seluruhnya. Namun kondisi saudara kita muslim Rohingya tetap sama memprihatinkan, ada atau tidaknya pandemi ini. Muslim Rohingya terus berada dalam derita tiada akhir. Mulai dari genosida pembumihangusan di negeri asal mereka hingga persoalan hilangnya kewarganegaraan.

Ironis, dunia tak bisa berbuat banyak meski menyaksikan segepok fakta pelanggaran HAM atas minoritas muslim Rohingya. Semua ini disebabkan status quo dunia yang terus memelihara rezim predator Myanmar dan rezim boneka muslim yang abai terhadap muslim Rohingya. Bahkan forum Bilateral dan Internasional tak satupun yang mampu mengeluarkan muslim Rohingya dari penderitaan dan penindasan.

Lantas kepada siapa minoritas muslim Rohingya yang tertindas mengadukan nasib mereka? Mereka tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Sudah terlalu banyak peristiwa berdarah yang menimpa umat Islam seperti yang terjadi di Palestina, Suriah dan sekarang Rohingya, namun tak pernah ada solusi nyata untuk mengakhiri derita mereka. Sungguh, muslim Rohingnya dan umat hari ini merindukan sosok penguasa yang mampu menyelamatkan mereka dari penderitaan dan ketertindasan.

Baca Juga :  Rusuh yang Berkepanjangan, Indikator Lemahnya Intelejen Kita?

Khilafah, Solusi Hakiki

Kegagalan sistem sekuler dalam memberikan solusi terhadap berbagai penderitaan kaum muslim hari ini khususnya muslim Rohingya, harusnya menyadarkan kaum muslim untuk kembali kepada sistem terbaik yang bersumber dari Islam.

Secara praktis Khilafah akan menyelesaikan krisis Rohingya ini melalui:

1. Penyatuan negeri-negeri muslim dan penghapusan garis perbatasan nasional. Khilafah akan menyatukan wilayah Rakhine Myanmar dengan tanah Bangladesh, Pakistan, Kepulauan India dan Malaysia dengan tanah kaum muslimin di seluruh dunia. Penyatuan negeri-negeri muslim juga bermakna penyatuan sumber daya, kekayaan dan kekuatan militer berbagai kawasan negara tersebut.

2. Penggunaan seluruh perangkat negara, termasuk mobilisasi militer untuk membela umat muslim yang tertindas. Karena Islam telah mewajibkan hal itu, Rasulullah saw. bersabda,

“Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu adalah perisai, rakyat berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Muslim)

3. Menerapkan paradigma kewarganegaraan Islam dalam masyarakat. Menurut Islam, kewarganegaraan seseorang itu berdasarkan tempat yang ia pilih untuk menetap. Karena itu jika ia memilih untuk tinggal di dalam wilayah Khilafah dan menerima untuk loyal pada negara dan hukum-hukum Islam, maka ia adalah warga negara resmi Khilafah yang berhak menerima seluruh haknya sebagai jaminan tanpa memandang kebangsaan atau agamanya.

Karena itu, sangat penting untuk menyeru seluruh komponen umat untuk berjuang bersama mengembalikan cahaya kemuliaan Islam di negeri-negeri kaum muslim. Caranya dengan meyakinkan seluruh komponen umat akan kebutuhan darurat kembalinya negara dan sistem yang paripurna. Yakni Khilafah Islam yang diwajibkan oleh Allah Swt. Ya, hanya khilafah solusi hakiki untuk Rohingya dan dunia. Dengan Khilafah pula, rahmat yang terpancar dari syariah Islam akan kembali memberkati umat ini dan menyinari dunia sebagai mercusuar keadilan bagi umat manusia.

Wallahu a’lam bishshawwab.

Loading...

Baca Juga