oleh

PSBB Gagal Total Rakyat Jadi Tumbal. Oleh: Denita

PSBB Gagal Total Rakyat Jadi Tumbal. Oleh: Denita, Memerhati Sosial.

Miris! Update kasus positif covid-19 per hari Rabu (8/7), kembali mencapai rekor baru yaitu 1.853 kasus. Penambahan terbanyak adalah Jawa Timur dengan 366 kasus dan DKI Jakarta sebanyak 356 kasus. Padahal, DKI Jakarta sedang masa PSBB transisi atau menuju fase new normal. Gugus Tugas Percepatan Penanganan covid-19 mengungkapkan bahwa produktif di tengah masa pandemi virus corona atau masa normal baru, semakin berisiko di sejumlah daerah.

Sayangnya, di kutip dari . (aa.com.tr,4/7/2020). pemerintah mengklaim penambahan kasus baru yang begitu tinggi karena semakin banyaknya rapid test yang dilakukan kepada masyarakat. Seolah usaha ini adalah kewajaran bahkan prestasi karena mampu memperbanyak orang yang melakukan rapid tes. Kebijakan memperbanyak identifikasi ini juga tidak diiringi dengan peningkatan jumlah dan pelayanan kesehatan, terutama untuk penanganan kasus positif. Anggaran untuk penanganan Covid-19 juga tidak akan di tambah. Pemerintah mengatakan anggaran kesehatan untuk penanganan Covid-19 yang sebesar Rp87,55 triliun tidak akan bertambah hingga akhir tahun walaupun kasus positif Covid-19 saat ini semakin banyak dengan jumlah penambahan rata-rata per hari di atas 1000 kasus.

Baca Juga :  UU Minerba, Bukti Penguasa Pro Pengusaha Bukan Rakyatnya

Yang seharusnya PSBB itu mampu menekan rantai penyebaran, faktanya tidak sebab tak banyak di patuhi, sedari awal di terapkan kebijakan pun tak di iringi dengan pengetatan. Agar berjalan lebih efektif, idealnya perlu ada sanksi pelanggaran yang tegas. Namun faktanya rakyat pun menjadi dilema, karena biaya hidup selama PSBB yang tidak dijamin negara. Sehingga masyarakat harus memeras otak untuk menutupi kebutuhannya sehari-hari. Maka PSBB pun tak di indahkan lagi

Kondisi amburadul yang terjadi saat PSBB sebenarnya sudah terjadi sejak awal, yakni saat pemerintah terlihat tidak serius menangani wabah ini. Ketika dunia sudah kelabakan melawan Covid-19, pemerintah Indonesia justru menggenjot investasi dan wisata.

Baca Juga :  Komersialisasi Tes Corona, Rakyat Kian Sengsara. Opini Sartika Saragih

Ketika Covid-19 sudah tersebar dan banyak korban berjatuhan, justru opsi PSBB yang dipilih. Bukan karantina atau lockdown. Apa yang dilakukan pemerintah justru terkesan hanya melindungi kedudukan dan ekonomi saja. Masalah nyawa rakyat urusan belakangan. Sehingga muncullah dugaan, rencana relaksasi PSBB hanya untuk melonggarkan sejumlah pebisnis. Mereka hampir bangkrut, sehingga mendesak pemerintah untuk melonggarkan kebijakan PSBB. Lebih tepatnya kebijakan itu pun di anggap kebijakan pesanan, itulah wajah buruk sistem saat ini penguasa hanya menjadi pengayom dan pelindung bagi para kapitalis namun begitu sadis terhadap rakyat sendiri

Jika mau konsisten dengan kebijakan PSBB agar wabah ini bisa lekas selesai, harusnya upaya pemerintah ada peningkatan, kebijakan PSBB transisi atau fase new normal perlu dievaluasi agar segera melakukan pemutusan rantai covid-19. Pemerintah juga harus membuat terobosan kebijakan penanganan, termasuk peningkatan anggaran, sebagai bentuk tanggung jawab atas kepemimpinannya

Baca Juga :  Ibu Hamil Korban Rapid Test Covid-19. Opini Masrurin

Kehadiran negara harusnya sebagai perisai atau pelindung. Sebagaimana Rasulullah SAW menyampaikan dalam hadist riwayat Muslim yang artinya, “Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya”. Sungguh semua rindu penguasa yang meneladani Rasulullah Saw. Yakni penguasa yang melindungi rakyatnya dari segala marabahaya, termasuk wabah. Namun akan kah seorang pemimpin seperti itu lahir dari sistem sekular saat ini? tentu tidak. Maka tidak cukup hanya menuntut ada perubahan dan kepedulian dari sistem yang sama. namun harus ada upaya kembali kepada syariat Islam kaffah yang mengatur kehidupan, mulai dari individu hingga negara.
Wallahu A’lam

Loading...

Baca Juga