Meneropong Bahaya New Normal
Oleh : Patimatul Jahroh, SEI. (Anggota Komunitas Aktif Menulis)
Merenungi sedalam-dalamnya tentang New Normal yang sedang diadopsi bangsa Indonesia dalam berdamai dengan covid-19, namoak ganjil dan penuh resiko. Memang bukan hanya bangsa ini yang sedang berperang melawan covid-19 namun lebih 200 negara pun sedang menyelamatkan peradabannya dari pandemic covid-19 yang masih mengamuk dan belum bisa tertaklukan.
Walau begitu, ada beberapa yang sudah melandaikan jumlah penderita covid-19 seperti Swedia, Korea Selatan, Jerman, namun mereka juga sedang bersiap menghadapi pandemic covid-19 jilid 2. Hingga kesimpulan sementara, badai covid-19 akan benar-benar musnah jika seluruh Negara telah menang dari covid-19. Semua harusnya saling membahu untuk menemukan penangkal mujarab dari covid-19 dan bergrilya keseluruh dunia untuk tuntaskan covid-19 hingga menjadi zero %.
WHO mencoba menawarkan alternatif pada para anggotanya, yakni New Normal dengan ketentuan sebagai berikut : pertama, harus sudah terjadi perlambatan kasus. Kedua, sudah dilakukan optimalisasi PSBB. Ketiga, masyarakat sudah mawas diri dan meningkatkan daya tahan tubuh masing-masing. Keempat, pemerintah sudah betul-betul memperhatikan infrastuktur pendukung untuk New Normal Life. (merdeka.com, 25/5/2020).
Korea Selatan menjadi satu diantara Negara yang telah menerapkan New Normal, dikutip dari tribunnews (TribunMataram.com, 31/05/2020) dari sky news, sayangnya setelah ratusan sekolah, museum dan galeri seni sudah dibuka kembali, Negara tersebut justru mendapatkan lonjakan kasus. Akhirnya Negeri Ginseng itu terpaksa menutup kembali ratusan sekolah, museum dan galeri seni. Bahkan, tiga hari terakhir setelah menerapkan New Normal, terdapa 177 kasus covid-19 baru dilaporkan.
Seharusnya hal ini menjadi pertimbangan bagi seluruh Negara termasuk Indonesia yang ingin menerapkan New Normal, jangan sampai justru menambah jumlah penderita covid-19 dan hal ini akan menambah korban jiwa bahkan akan berdampak buruk pada kegoncangan Negara yang terkait.
Alternatif WHO tentang New Normal tidak cocok untuk Indonesia. Bahan jika pemerintah memaksakan kehendaknya dengan menggandeng kekuatan militer (TNI) dalam pelaksanaan teknis New Normal, maka akan menimbulkan problem baru yang menambah parah keadaan sosial kemasyarakatan.
Sebagaimana yang telah disampaikan oleh tokoh nasional, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus, menyatakan bahwa New Normal ini menjadi bukti bahwa pemerintah masih mengedepankan kepentingan ekonomi dalam penanganan Covid-19.Padahal pertimbangan dari sisi kesehatan harus menjadi yang utama. (Kontan.co.id, 26/5/2020).
New Normal memang serat dengan kepentingan kapitalisme global yang kini mulai mengalami krisis dasyat akibat pandemic covid-19. Maka dengan penerapan New Normal pada Negara-negara di dunia maka aktivtas ekonomi akan berlangsung dan memulih artinya bangsa-bangsa yang terlibat dalam New Normal telah menyelamatkan nyawa kapitalisme neoliberal yang telah busung lapar dan nyaris mati.
Dan jika bangsa ini masih melanjutkan partisifasinya dalam New Normal maka terlihat sudah keberpihakan bangsa ini memang pada para Kapitalis (pemilik modal) bukan pada keselamatan nyawa rakyat. Dan sektor ekonomi yang menjadi prioritas walau harus kobankan sektor kesehatan yang menopang nyawa yang sedang tergadai karena terpapar covid-19.
Semoga bangsa ini bisa selamatkan semua sektor pemerintahan, baik ekonomi maupun kesehatan, namun hal ini hanya terwujud jika bangsa ini mengadobsi sistem yang benar dan lurus yakni pemerintahan Islam (Peradaban Khilafah) yang langsung merujuk pada seluruh perintah dan larangan pencipta segalanyan Dzat yang paling tau kebutuhan makhluk yang di ciptakan di muka bumi ini, Dzat yang paling tidak memeliki kepentingan atas bumi ini karena hakikatnya segalanya adalah miliknya. Maka sistem pemerintahan dari Allah SWT sajalah yang pantas untuk di jadikan rujukan guna di apliasilan dalam wajah bangsa ini, Indonesia.