Gertak Reshuffle di Tengah Pandemi
Oleh : Alfira Khairunnisa (Pemerhati Kebijakan Publik)
Kemarahan Presiden Jokowi mewarnai Kabinet Indonesia Maju dalam rapat terbatas 18 Juni 2020 lalu. Tersebab para jajaran Kabinet dianggap masih banyak yang belum memiliki sense of crisis dan bekerja seperti kondisi normal. Benar saja, Jokowi membuka pidatonya dengan nada tinggi. Ia tampak begitu berang.
Yang mencengangkan adalah bahwa Presiden Jokowi pun siap untuk mempertaruhkan reputasi politiknya untuk membuat kebijakan extraordinary, yakni membuat Perppu, membubarkan lembaga dan tak tanggung-tanggung dirinya akan melakukan reshuffle kabinet jika diperlukan.
Nah, berikut pernyataan Jokowi saat memberikan arahannya kepada Kabinet Indonesia Maju dalam rapat terbatas 18 Juni 2020 lalu:
“Sekali lagi, langkah-langkah extraordinary ini betul-betul harus kita lakukan. Dan saya membuka yang namanya entah langkah politik, entah langkah-langkah ke pemerintahan. Akan saya buka. Langkah apapun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara,”
Dalam pidato tersebut juga ada beberapa sektor yang mendapat sorotan Presiden Jokowi. Diantaranya, bidang kesehatan dengan anggaran Rp 75 triliun. Jokowi mengkritik penggunaan anggarannya baru sekitar 1,53%. Maka Jokowi meminta agar pembayaran dokter, tenaga spesialis dan belanja peralatan, dikeluarkan. Menurutnya dengan begitu uang akan beredar di masyarakat hingga dapat memicu aktivitas perekonomian.
Kemudian, dalam kesempatan lain Sri Mulyani merinci bahwa kecilnya serapan anggaran karena program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menghadapi ‘musuh baru’. Permasalahan ini terjadi di level operasional dan proses administrasi (idntimes.com, 27/6/2020)
Sri Mulyani pun memastikan pemerintah akan melakukan sejumlah upaya untuk mengatasi persoalan regulasi, administrasi maupun implementasi di lapangan yang lambat. Benarkah sejumlah upaya itu akan dilakukan sebagaimana gertakan Jokowi untuk reshuffle kabinet? Kita tunggu saja. Waktu akan menjawab. Apakah gertakan-gertakan tersebut akan benar dilakukan atau hanya sekadar gertakan sambal?
Gertak Sambal Reshuffle
Perlu disadari, bahwa sesungguhnya yang dibutuhkan dalam penanganan pandemi ini adalah landasan yang benar dalam pengambilan kebijakan. Bukan hanya gertakan semata. Jika masih saja dalam koridor kapitalisme, maka tetap saja tidak akan lahir kebijakan yang benar karena selalu akan menguntungkan kapitalis semata.
Jokowi memang nampak sangat jengkel dengan kinerja kabinetnya. Namun, kejengkelan tersebut tak ubahnya seperti gertak sambal. Bagaimana tidak? Jika kita perhatikan kembali, bukankah kabinet Indonesia Bersatu yang dibentuknya adalah bagi jatah partai-partai hasil pemenang pemilu?
Kinerja kabinet Indonesia bersatu dalam menangani pandemi juga belum memperlihatkan progres yang berarti. Maka, kemarahan Jokowi atas kinerja buruk kabinetnya sendiri sama dengan mempertontonkan citra buruk para penguasa yang kurang cerdas dalam menangani wabah.
Bukankah para kabinet bergerak dengan komando Pimpinan? Benar saja, di balik buruknya kinerja bawahan ada Pimpinan yang memberi arahan dan kebijakan. Maka, jika arahan dan kebijakan dari pimpinan tidak cermat maka begitu juga yang dihasilkan darinya. Sehingga, pemimpinlah penanggung jawab utama terhadap kondisi saat ini yang belum juga menunjukkan perkembangan berarti.
Drama gertak Reshuffel ini sangat nampak pencitraan atas penguasa. Jika memang penguasa negeri ini benar-benar mencintai rakyat, mengapa begitu banyak kebijakan yang tak berpihak kepada rakyat? Sehingga begitu jelas terlihat, gertak Reshuffel Kabinet oleh orang nomor satu di Indonesia ini hanya pencitraan belaka. Dan lagi-lagi hal ini bukan demi rakyat. Namun demi eksistensi diri.
Beginilah dalam sistem Kapitalisme, sungguh ketulusan pemimpin dipertanyakan. Karena rakyat sering terpinggirkan. Bukan tersebab rakyat suudzon atau berburuk sangka kepada para Pimpinan. Namun rakyat sudah tak bisa memberi kepercayaan.
Kehandalan Islam Dalam Memilih Pejabat Negara
Dalam Islam, seorang Khalifah memilih para pejabatnya dengan takaran keshalehan, amanah, serta bertanggung jawab. Mereka adalah orang-orang yang takut kepada Allah dan Rasul-Nya. Orang yang senantiasa dihiasi dengan sifat dan akhlak terpuji serta gemar melakukan ibadah nafilah (ibadah sunnah) untuk mendekatkan diri kepada Rabb-Nya. Lebih mengedepankan kepentingan rakyatnya dibanding dengan kepentingan pribadinya sendiri. Rela berkorban tanpa pamrih bukan karena pencitraan kepada rakyatnya. Namun karena kecintaan pada rakyat dan ketaatan pada perintah Rabb-Nya.
Kemudian, Khalifah pun berperan sebagai penanggung jawab utama dalam mengurusi umat. Selalu memprioritaskan kepentingan umat daripada kepentingan dirinya sendiri. Tak kenal lelah memastikan rakyatnya untuk mendapatkan penghidupan yang layak.
Sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab yang tak bisa tidur dengan tenang sebelum memastikan rakyatnya tak ada yang tidur dalam kesusahan atau perut lapar. Ia pun memastikan langsung bagaimana kondisi rakyatnya, hingga terjun langsung memeriksa setiap rumah yang dilewatinya.
Begitu luar biasanya kepemimpinan dalam sistem Islam. Sehingga dengannya tak ada solusi lain bagi umat selain beralih dari sistem Kapitalis-Sekuler menuju kepada sistem Islam yang sudah terbukti selama 13 Abad memimpin dunia. Wallahu’alambishoab.