oleh

Serangan Covid-19 di Era New Normal. Opini Nur Elmiati

Serangan Covid-19 di Era New Normal. Oleh: Nur Elmiati, Aktivis Dakwah Kampus.

Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi
Aku tenggelam dalam lautan luka dalam
Aku tersesat dan tak tau arah jalan pulang
Aku tanpamu butiran debu

Pernah mendengar lagu ini? Lagu yang dipopulerkan oleh Rumor tentang butiran debu. Lagu ini menjadi representasi nasib rakyat negeri zamrud khatulistiwa atas ketimpangan kebijakan yang dikeluarkan rezim. Sejak berakhirnya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan diterapkannya kebijakan New Normal korban Covid-19 semakin bertambah drastis bahkan ada yang tidak ditandai gejala terinfeksi Covid-19.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan 66 persen dari kasus positif covid-19 baru di ibu kota merupakan orang tanpa gejala atau OTG. Para OTG ditemukan berdasarkan pelacakan kasus secara aktif atau active case finding yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan, baik rumah sakit, klinik, maupun puskesmas. (tempo.co, 12/07/20)

Sementara Achmad Yurianto menyatakan pasien dengan status OTG sama sekali tidak merasakan keluhan dan tak merasakan sakit apapun meski sudah dinyatakan positif covid-19.

Seperti kasus siswa-siswi Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat (Secape AD) terpapar virus Corona (COVID-19) membuktikan penyebaran virus tersebut tidak pandang bulu. Terlebih dari siswa yang kini dinyatakan positif, rata-rata merupakan Orang Tanpa Gejala (OTG) dengan usia muda atau millennial.

Baca Juga :  Ganjar mengetahui tapi membiarkan ada suap E KTP, Hendarsam : itu Tindak Pidana Korupsi

Penularan Covid-19 tanpa disertai gejala, tentu akan menjadi malapetaka bagi pribumi. Bagaimana tidak? Pasca penerapan new normal, penularan Covid-19 semakin meningkat. Diketahui, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia mengalami penambahan sebanyak 1.681 orang per minggu. Sehingga total pasien positif Corona di Indonesia secara kumulatif mencapai 75.699 kasus. Dari total itu, sebanyak 35.638 orang dinyatakan sembuh dan 3.606 orang lainnya meninggal dunia.

Pasien berstatus OTG diyakini mendapat serangan infeksi lewat udara. Sebagaimana pernyataan World Health Organization (WHO) yang diperbaharui, ringkasan ilmiah Transmisi SARS CoV-2 yang diterbitkan sejak 29 Maret 2020. Menyatakan bahwa covid-19 bisa menular melalui udara dan pola pencegahannya. Hal ini berdasakan hasil riset 239 ilmuwan dari beragam negara yang bertajuk “it is Time to Address Airbone” mendapati bahwa virus Corona bisa menular melalui udara.

Temuan-temuan baru terhadap sebaran Covid-19, semestinya harus diiringi dengan tindakan nyata dari pemerintah untuk memutus rantai penularan. Sebab, transmisi lewat udara mempunyai potensi besar meluasnya penyebaran Covid-19, karena proses penyebarannya yang cepat.

Baca Juga :  Gubernur Gorontalo Silaturahmi Dengan Pendiri Pondok Pesantren Modern Darul Madinah Wonosari

Tentu penularan ini bukan hanya terjadi adanya interaksi secara face to face yang mengeluarkan lendir tetapi juga bisa lewat penghirupan udara bermuatan virus yang dibawa oleh partikel. Partikel yang tersebar di udara dapat bertahan dalam waktu 20 menit, bisa bergerak lebih jauh hingga dapat terhirup oleh orang lain.

Nasi sudah menjadi bubur. Serangan udara Covid-19, yang memakan ribuan korban bukan terjadi secara kebetulan. Melainkan terstimulus dari kebijakan era new normal. Sejak lahir dan diterapkannya kebijakan new normal banyak para ahli yang menolak bahkan menyesalkan. Sebab, new normal tidak memberikan solusi bagi permasalahan melainkan membawa ilusi kenestapaan yang sudah terdoktrin nyata menjadi biang bahaya dan masalah bagi rakyat.

Terjatuh dan tenggelamnya rakyat dalam perangkap infeksi virus Corona akibat penerapan new normal, menjadi bukti kegagalan yang amat mendalam bagi rezim saat ini. Sebab kegagalan ini menjadi reorientasi bahwa rezim tidak sukses melindungi rakyat dari ancaman virus Corona.

Kegagalan tersebut sejatinya lahir dari sistem kapitalisme. Sebab kapitalisme memaksakan rezim untuk bertindak agresif menerapkan new normal demi keselamatan perekonomian, sedangkan nyawa rakyat menjadi tumbalnya.

Baca Juga :  Ambigu Keringanan UKT. Opini Nur Elmiati

Bukti lain dampak dari penerapan kapitalisme, yaitu di tengah ledakan korban covid-19 dengan status OTG, pemerintah egois, dan berlepas tangan dalam menangani pandemi ini. Dimana pemerintah mengarahkan bahwa pasien dengan status OTG direkomendasikan karantina mandiri secara ketat dengan tujuan untuk mengurangi beban rumah sakit.

Beginilah wajah buruk dari rezim ala kapitalisme, kesehatan rakyat tidak lagi dipedulikan. Maka dengan melihat tontonan pemimpin seperti ini, sudah saatnya memboikot sistem kapitalisme dengan membangkitkan sistem Islam.

Islam memandang keselamatan rakyat merupakan prioritas yang harus diutamakan. Maka ketika terjadi wabah seperti ini, Islam mampu memberikan solusi fundamental terhadap masalah yang dihadapi oleh negara, yaitu mengeluarkan kebijakan lockdown.

Seperti halnya ketika terjadi wabah Thaun di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Khalifah umar bin Khattab mampu menjadi pempimpin yang sukses mengatasi dan menyelamatkan nyawa rakyatnya dari wabah Tha’un dengan regulasi lockdown. Meski sedang dalam fase lockdown, khalifah atau pemimpin tidak akan memberikan instruksi terhadap rakyatnya untuk keluar membatu perekonomian negara dengan dalih membatu perekonomian negara.

Wallahu’alam bi ash-shawwab

Loading...

Baca Juga