Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
“Tugasmu mengayomi…
Tugasmu mengayomi…
Pak Polisi…Pak Polisi…
Jangan ikut kompetisi…’
Itulah syair yang sekarang dinyanyikan dimana-mana. Viral dan semakin banyak yang antusias menyanyikannya. Dari anak muda millenial, hingga para ustaz dan politisi.
Syair ini seperti bentuk kritik kepada aparat kepolisian yang dikesankan tidak netral dalam pilpres 2019. Dengan syair lagu ini rakyat mengingatkan, sekaligus berharap agar polisi tetap berada pada posisi netral. Demokrasi ini akan berjalan dengan baik jika dikawal oleh aparat hukum yang netral. Tidak hanya polisi, tapi juga TNI. Tuntutan yang sama juga ditujukan kepada ASN, KPU dan Bawaslu.
Syair nyanyian itu kabarnya dipicu kemunculannya oleh gambar foto sejumlah orang yang “diduga” berseragam polisi ikut acungkan satu jari. Bahkan ada orang yang “diduga” berseragam polisi, lagi-lagi dalam video yang viral, mengawal pembagian sembako oleh kubu salah satu Paslon.
Bahaya! Demokrasi tak akan berjalan baik jika aparat yang seharusnya jadi wasit ikut serta dalam kompetisi. Tugasmu mengayomi pak polisi, tegur syair nyanyian itu.
Kabarnya, sepekan ini polisi mulai bergeser ke tengah. Tidak lagi berada di kubu Paslon tertentu. Hal ini karena kerasnya kritik dan protes rakyat. Polisi dari rakyat dan digaji rakyat, sudah seharusnya bekerja untuk rakyat, bukan untuk presiden yang sekarang lagi nyapres. Ini baru cocok!
Lagian, tanda-tanda Jokowi akan kalah potensinya makin besar. Gelombang perlawanan rakyat makin membesar. Elektabilitas Jokowi terus anjlok. Terakhir Rumah Demokrasi merilis bahwa elektabilitas Jokowi-Ma’ruf tinggal 40,3 persen. Gak jauh dengan hasil surveinya Eep Syaefullah Fatah, CEO PolMark. Dalam survei PolMark, Jokowi 40,4 persen. Hanya saja, PolMark tak melakukan survei lagi untuk menghitung kenaikan elektabilitas Prabowo-Sandi mendekati hari pencoblosan. Di survei Rumah Demokrasi, elektabilitas Prabowo-Sandi 45,4 persen.
Bagaimana survei Indobarometer? Lupakan! Meskipun sudah mulai melipir dengan kasih angka untuk Jokowi 50,2 persen. Supaya tak terlalu berat bebannya nanti kalau Jokowi kalah. Biarlah beban itu hanya ditanggung LSI Denny JA dan MSRC Syaeful Muzani yang terus melambungkan elektabilitas Jokowi. Harap maklum, pemilu itu masa panen raya.
Para pendukung Jokowi juga pelan-pelan mulai meninggalkannya. Rugi besar bagi polri jika nekat belain dan kampanye untuk petahana. Karena itu, langkah Tito sangat tepat. Dengan netral, Tito telah selamatkan institusi polri dari image buruk di mata rakyat selama ini. Jangan hanya karena pilpres, reputasi kepolisian yang luar biasa banyak jadi tertutup.
Dalam posisi netral, kalau nanti Jokowi kalah, polri tak harus ikut menanggung beban kekalahan itu. Terutama ketika berhadapan dengan eforia rakyat yang merayakan kemenangan. Rakyat di kota-kota besar di seluruh Indonesia berencana akan merayakan kemenangan itu. Pesta kambing guling dan sejenisnya sedang dipersiapkan rakyat menyambut kemenangan mereka atas Jokowi.
Dalam situasi kali ini, apa yang dilakukan Kapolri adalah langkah smart, cermat, cepat dan tepat. Tabik Pak Kapolri. Anda hebat!
Sikap netral polri ditunjukkan dengan mengirimkan telegram kepada seluruh jajaran kepolisian agar netral. Tak boleh ikut salam satu atau dua jari, tak boleh pula bantu memasang gambar paslon tertentu, apalagi ikutan mengawal bagi-bagi sembako. Ini instruksi Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Keren habis!
Polri juga membatalkan acara Millenial Road Safety Festival (MRSF) yang rencananya akan diadakan tanggal 31 Maret nanti. Acara ini diundur sampai selesai pilpres 17 April. Alasannya? Khawatir disusupi kampanye pilpres. Tentu, publik tahu siapa yang berpotensi untuk berkampanye disitu. Sekali lagi, keren Pak Tito. Langkah yang patut diacungkan sepuluh jari.
Tinggal sekarang rakyat mesti bersama-sama polisi amankan pemilu, awasi agar jujur dan adil. Rakyat dan polisi bahu membahu untuk menghalau semua bentuk kecurangan. Bantu dan dorong polisi untuk bersikap tegas kepada para pelaku kecurangan. Tempel terus petugas kepolisian, dan pastikan mereka menjalankan instruksi Kapolri. Bila perlu, buat tim kecil di setiap TPS yang terdiri dari rakyat, polisi, TNI dan Bawaslu. Ada kecurangan, tangkap! Lalu serahkan kepada polisi untuk memprosesnya. Ayo Pak Polisi, rakyat bersamamu!
Jakarta, 26/3/2019