Logika Agama Tentang Maraknya Bencana Alam di Indonesia. Oleh: Subairi, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Muhklisin DDI Paria Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan.
Banyak penafsiran yang diuraikan oleh banyak pakar yang mempunyai kompetensi dibidangnya masing-masing. Beraneka Ragam pendekatan yang digunakan untuk mencari dan memberikan solusi terhadap bencana alam yang menimpa negeri kita tercinta ini. Kita semua menyaksikan dan menyimak argumentasi-argumentasi rasional di berbagai macam media. Baik cetak maupun online. Kesemua bernilai ilmiah dan sangat bermanfaat untuk kita implementasikan mengantisipasi terjadinya bencana alam.
Kalau kita ingin memberikan prediksi dan alternatif penyebab akan kemungkinan-kemungkinan bencana alam yang melanda dan menimpa negeri kita indonesia dan dunia secara universal. Indikator yang pertama adalah dunia ini memang sudah tua. Kalau kita menganalogikan atau memberikan perumpamaan. Ibarat sebuah rumah yang sudah tua, banyak komponen rumah yang sudah rapuh dan tidak layak pakai. Sementara penghuni rumah tersebut banyak tingkah dan bertidak gaduh dan kasar. Secara otomatis rumah itu akan mengalami banyak cidera dan kerusakan.
Yang kedua, terlalu banyak ma’siat yang kita lakukan kepada Allah SWT. Kita tinggal di dunia ini dengan fasilitas gratis yang Allah SWT sediakan dan persiapkan buat manusia. Untuk dipergunakan sebagaimana aturan yang sudah ditentukan. Kita di dunia ini adalah tamu yang harus menjaga etika, tatakrama, dan kode etik dalam bertamu.
Kalau kita analogikan dengan seorang yang datang bertamu ke rumah kita. Dan kita sudah menganggap orang tersebut seperti saudara kita sendiri. Mempercayakan rumah dan segala fasilitasnya untuk dipergunakan dan dijaga sebaik mungkin. Namun fakta berkata lain, tamu tersebut bertindak sewanang-wenang dan tidak mengindahkan aturan yang sudah disepakati.
Maka sudah pasti kita akan mengusir tamu tersebut dari rumah kita. Ini adalah sebuah anologi yang sangat berharga untuk dijadikan sebagai pelajaran berharga. Yang ketiga adalah boleh jadi banyak orang yang berhutang dan tidak mau melunasinya dan bahkan berpura-pura tidak ingat sama hutangnya.
Adapun hutang yang kami maksud adalah begitu banyak saudara kita yang tidak mau mengeluarkan zakat hartannya, sedangkan harta tersebut sudah layak untuk dizakati. Akhirnya Allah SWT mengambil paksa harta kita dengan caranya sendiri. Muak melihat tingkah laku manusia yang tidak memiliki rasa syukur
Kalau kita mau menarasikannya hampir sama dengan ilustarasi seseorang yang berhutang kepada kita. Orang tersebut sudah mempunyai kekuatan untuk membayar, tapi tidak mau membayar. Malah membeli barang berharga yang selalu diperlihatkan kepada kita. Kira-kira bagaimana respon kita pada orang tersebut.
Yang keempat, sedikit sekali orang yang mau berdoa kepada Allah dengan hati yang ikhlas dan khusuk. Kalaulah Allah SWT ingin menurunkan cobaan dan ujiannya berupa banjir, longsor, tsunami, likuifaksi, erupsi. Itu semua tidak akan mempunyai dampak yang membahayakan, karena itu adalah berkah dari doa kita semua. Masyarakat modern sekarang ini lebih mempercayai kehebatan dan kecanggihan teknologi dan menafikan kekuatan doa. Kita ketahuai bersama bahwa doa itu adalah senjatanya orang mukmin, doa adalah otak atau sumsumnya ibadah.
Yang kelima, banyak orang lupa membaca istigfar kepada Allah dari setiap khilaf dan kesalahannya. Seandainya ada orang yang melempar buah mangga, tiba-tiba batu yang dipakai melempar menganai kita, dengan penuh rasa sadar orang tersebut meminta maaf. Pasti dengan lapang dada kita akan memaafkannya.
Berbeda dengan orang yang sudah berbuat kesalahan, sudah bersalah dan tidak mau mengakui kesalahannya. Secara spontan pasti kita marah dan merasa jengkel. Istigfar adalah aktifitas hamba sebagai pengakuan dan permohonan maaf atas khilaf, dan salah kita kepada sang khalik.
Yang keenam terlalu banyak orang yang mengidolakan selain dari Allah dan Rasulnya. Kalau kita lihat fakta yang terjadi dimasyarakat begitu banyak orang yang mengidolakan artis, pemain bola dan atlet. Sebenarnya itu tidak salah jika tidak berlebihan. Masjid, surau dan langgar sepi dari shalat berjamaah dan majelis ilmu sudah tidak lagi menjadi prioritas. Ini semua akan memancing terjadinya bencana.
Yang ketujuh terlalu banyak pertikaian yang memancing musibah dan bencana alam. Infasi pemikiran dengan berteberannya berita hoax, dan memutuskan silaturrahim antara sesama. Islam mengajarkan kepada kita semua agar hidup rukun, humanis dan harmonis.
Munculnya keinginan memberikan analisa terhadap setiap peristiwa yang menimpa bangsa dan negara yang kita cintai ini. Semoga menjadi solusi dan tawaran konsep untuk mewujudkan kenyamanan, keamanan, serta ketertiban dalam hidup berbangsa dan bernegara.