oleh

Internet Record Everything and Forget Nothing

Internet Record Everything and Forget Nothing. Oleh: Denny JA, Peneliti.

Pemilu presiden 2019 semakin hiruk pikuk karena hadirnya para aktivis pilpres di media sosial.

Siapakah aktivis pilpres itu? Mereka adalah mantan penggiat mahasiswa di zamannya, penulis dan intelektual, aktivis ormas, pemain media sosial, dan semua tokoh di luar pasangan resmi capres-cawapres.

Riuh rendah mereka merespon situasi. Dengan media sosial di tangan, melalui WA grup, facebook, twitter, instagram, mereka bebas menulis apa saja. Tiada lagi editor yang memfilter ekspresi mereka seperti dalam era koran cetak.

Saling komen atas komen, saling mengkonfirmasi, saling menegasi antar mereka terus menghangat. Rupa rupa gagasan bercampur dengan argumen, juga kebohongan, juga firnah dan juga hoax.

Soal merespon hasil quick count pilpres yang semuanya memenangkan Jokowi, mereka berdebat. Soal apakah pemilu curang, mereka juga berdebat. Soal perlukah people power untuk menolak pemilu, mereka berdebat. Soal benarkah data Real Count Tim Prabowo bahwa Prabowo menang, mereka berdebat.

Sore itu, seorang aktivis muda berkunjung. Ia juga aktivis pilpres yang tak kalah gigih. Dua hal ini yang saya sarankan padanya.

Pertama, zaman sudah berubah. Apapun reaksimu yang tercatat di internet itu akan abadi. Semua aktivitasmu di WA grup, facebook, twitter, instagram, apalagi yang menjadi berita online, tak lagi bisa kau hapus.

Kau memang bisa menghapusnya. Namun selalu ada software yang bisa membaca apa yang kau hapus itu.

Baca Juga :  Covid Melonjak, Ada Rencana Lockdown?

Di zaman koran cetak, apa yang kau katakan di koran itu, juga tetap di sana. Namun susah bagi publik luas mencari jejak koran cetak, misalnya, yang kau katakan 13 tahun lalu di hari tertentu.

Ia harus pergi jauh ke perpustakaan mencari koran cetak tersebut. Inipun dengan syarat: ia harus ingat di koran mana, dan kapan, komen yang kau buat itu. Jika tidak, ia hilang dalam lautan dokumen koran cetak.

Tapi di era digital, semua bisa ketik di Google Seach. Dan Aha! Bilangan detik, jejak digitalmu nampak. Tentu tim security memiliki pula software yang lebih canggih untuk melacak jejak digital yang kau hapus sekalipun.

Hati- hati dengan aktivitasmu yang tercatat di internet. Ia menjadi sidik jari yang tak bisa kau ubah.

Pada aktivis muda itu, saya pun bercerita soal Alexandria Ocasio Cortez. Di tahun 2019, Cortez menjadi anggota konggres wanita termuda yang terpilih dalam sejarah pemilu Amerika Serikat. Rekor usia paling muda itu membuatnya menjadi khusus.

Tapi pandangan politiknya yang liberal mengganggu para politisi yang konservatif.

Hingga satu ketika beredar video Cortez di tahun 2010. Itu kejadian 9 tahun lalu. Ia saat itu masih gadis mahasiswi.

Seru! Di video itu ia berjoget di atas atap, dengan kaki telanjang. Dengan lagu yang menghentak, badannya meliuk- liuk. Rambutnya yang panjang teruntai ke kanan dan ke kiri. Kakinya bergerak- gerak mengikuti irama, pindah dari atap sebelah kiri, ke tengah dan kekanan.

Baca Juga :  Tak Ada Kebangkitan Jika Tak Merasa Telah Tertindas dan Terpuruk
Itu video biasa anak gadis remaja. Tak ada yang salah dengan video itu. Tak ada pula yang khusus. Kecuali gadis riang yang meliuk bebas itu kini terpilih menjadi anggota wanita termuda konggres Amerika Serikat.

Video itu segera heboh. Para politisi konservatif ramai dengan komen. Ujar mereka sahut-sahutan: Cortez akan membawa politik Amerika seringan dan sebebas gaya dansanya.

Untunglah Cortez tak pernah melakukan hal yang lebih buruk, yang tercatat di internet. Jika tidak, segala hal di internet itu akan diungkap. Mengapa? Karena “internet records everything and forget nothing.

Sambi minum kopi di kafe itu, dan alunan musik terdengar sayup-sayup, diskusi semakin gurih. Saya katakan juga kepada aktivis muda itu.

Kedua, karena aktivitasmu di internet itu tercatat dan tak bisa kau hapus, seleksilah apa yang ingat dirimu tulis. Sadari saja, semua yang kau tulis akan bisa dibuka pihak yang berkepentingan 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun kemudian.

Bahkan apa yang akan kau tulis di internet itu abadi. Teknologi akan terus diperbaharui. Kemampuannya membaca apa yang sudah terhapus juga semakin canggih.

Baca Juga :  Komersialisasi Tes Corona, Rakyat Kian Sengsara. Opini Sartika Saragih

Jika dirimu peduli dengan masa depanmu sendiri, juga dengan masa depan ini negara, pastikan yang kau tulis itu adalah apapun untuk memperkuat demokrasi. Bukan memperlemahnya.

Demokrasi di Indonesia itu baru tumbuh. Harus ada kearifan melihat ketidak sempurnaan di sana dan di sini.

Semua klaim kemenangan itu, baik dari kubu Jokowi-Maruf, atau Prabowo-Sandi, tak lama umurnya. Tanggal 22 mei 2019, tak sampai sebulan dari sekarang, hasil KPU resmi diumumkan. Jika tak setuju, jika ada kecurangan, tersedia Mahkamah Konstitusi. Tanggal 22 Juni 2019, MK akan memutuskan.

Semua komen dan gejolak, akan selesai paling lama tanggal 22 Juni 2019 itu. Hanya kurang dua bulan dari sekarang. Jika kau salah arah di era 2 bulan ini, seumur hidup recordmu tercatat.

Jangan pernah berhayal menggerakkan people power melalui keputusan MK. Polisi dan tentara terlalu kuat untuk kau lawan. Yang lebih kuat lagi, kau akan melawan lembaga demokrasi KPU dan MK, yang lebih dipercaya rakyat banyak.

Kau akan digoreng dan direbus oleh jejak digitalmu sendiri di masa depan. Pemerintah bisa kau lawan. Tapi jejak digital itu raksasa yang tak bisa kau lawan.

Ujarnya, mengakhiri diskusi. Thanks bro! Akan saya ingat itu. Bagi saya itu puisi: Internet record everything and forget nothing!

Loading...

Baca Juga