Andai Islam Yang Menjadi Kiblat Ekonomi Bangsa Ini, Pasti Sejahtera! Oleh: Patimatul Jahroh, SEI, Anggota Komunitas Aktif Menulis.
Pemerintah pusat memberikan Bantuan Sosial Tunai ( BST ) kepada warga yang terdampak covid-19 selama 3 bulan, april hingga juni. Wacana pemberian BST akan ditambah hingga Desember, jika sebelumnya Rp 600 ribu akan berubah menjadi Rp 300 ribu tiap bulannya. Namun masih menunggu keputusan pemerintah pusat. (kaltim.tribunnews.com)
Ada tujuh jenis bantuan untuk masyarakat terdampak covid-19. Yaitu, Progam Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Reguler, BPNT Covid-19, BST Transfer, BST Kantor Pos, BPNT Covid-19 Provinsi, BPNT Covid-19 Kabupaten, dan BST Dana Desa.
Covid-19 memang belum usai, bahkan semenjak pelongaran PSBB menuju new normal peningkatan positif corona virus kembali bertambah.
Kondisi ekonomi bangsa ini pun masih menghawatirkan, begitupula nasib rakyat yang semakin mengalami kesulitan ekonomi, termasuk dijelaskan oleh data angka kemiskinan merangkak naik, disusul angka kelaparan pun naik, belum lagi problem sosial seperti KDRT, kriminalitas, hingga bunuh diri juga ikut menambah imbas kasus Negara ini ditengah wabah covid-19.
Memang benar bahwa kebutuhan perut akan terus berlangsung, walaupun sedang wabah. Karena kebutuhan pokok ini harus terpenuhi guna tetap hidup. Sehingga pemerintah harus memfasilitasi pemenuhan ini dengan tepat sasaran dan cepat.
Namun sepertinya pemerintah kembali mengabaikan mekanisme pendistribusianya, sehingga banyak keluhan bahwa bantuan santunan langsung lamban dan tidak sasaran.
Padahal bantuan ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat ditengah gelombang PHK massal, dan kenaikan bahan pokok hingga kenaikan pembayaran listrik.
Andai saja pemerintah mengiblatkan arah ekonomi-politik pemerintahanya dengan acuan Al-Qur’an, maka solusi ekonomi yang muncul bagi rakyat ini bukan sekedar bantuan namun menjadi kewajiban pemerintah untuk senantiasa menyediakan akses ekonomi berupa kesehatan, keamanan, pendidikan hingga kebutuhan primer dan sekunder kepada rakyatnya secara Cuma-Cuma.
Mekanisme pengelolaan kekayaan Negara dalam ekonomi islam sangat jelas dan lugas, karena berasal dari sang pencipta yang tak memiliki kepentingan karena sejatinya segalanya adalah milik-Nya.
Dalam Islam terdapat tiga unsur-unsur kepemilikan, yaitu kepemilikan individu (private property), kepemilikan umum (public property), dan kepemilikan Negara (state property).
Kepemilikan Individu / Private Property adalah Kecenderungan pada kesenangan adalah fitrah manusia. Allah menghiasi pada diri manusia kecintaan terhadap wanita, anak-anak, dan harta benda. Sebagaimana Allah suratkan dalam Al Qur’an,
“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenanganhidup didunia, dan disisi Allah lah tempat kembali yang baik” (Q.S Ali Imran:14)
Islam memperbolehkan kepemilikan individu dan memberikan batasan mekanisme dalam memperolehnya, bukan membatasi kuantitas. sehingga akan mampu menghantarkan pada keteraturan dan ketaatan pada pemilik sejati yakni Allah SWT.
Kepemilikan Umum / Public Property adalah kepemilikan umum adalah izin Syari’ kepada suatu komunitas masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan suatu barang atau harta.
Benda-benda yang termasuk kedalam kepemilkan umum sebagai berikut pertama, Merupakan fasilitas umum, kalau tidak ada didalam suatu negri atau suatu komunitas maka akan menyebabkan sengketa dalam mencarinya.kedua, Barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan.
Sebagaimana yang Rasulullah telah jelaskan tentang ketentuan benda-benda yang termasuk ke dalam kepemilikan umum. “Kaum Muslimin bersekutu dalam tiga hal : air, padang dan api “. (HR. Abu Dawud)
Adapun kepemilikan Negara / State Property adalah kepemilikan Negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim, sementara pengelolaannya menjadi wewenang Negara. Asy Syari’ telah menentukan harta-harta sebagai milik Negara; Negara berhak mengelolanya sesuai denga pandangan dan ijtihad. Yang termasuk harta Negara adalah fai, Kharaj, Jizyah dan sebagainya.
Kepemilikan Negara ini keuntungannya dikembalikan kepada kebutuhan masyarakat sehingga Negara mampu menyediakan dengan gratis dangan kualitas unggul tanpa tandingan.
Dengan peradaban islam bernama khilafah lah kesejahteraan hidup tak bisa disangkal lagi.
Sebagaimana yang ditunjukan oleh pemerintahan khalifah umar bin abdul aziz, cicit dari umar bin khatab r.a. kesempurnaan kepemimpinan itu wujud dari ketundukan pada nilai-nilai Al-Qur’an dan As-sunnah, sehingga menjadikan masyarakatnya kaya dan menolak bantuan apapun dari pemerintah bahkan bukan hanya kaya namun masyarakat pun bahagia karena telah menemukan hakikat hidup untuk mengabdi sepenuhnya pada sang kholiq sehingga bisa menjalani hidupnya dengan benar sesuai dengan padangan ideologi Islam.
Mari kita mengulang episode indah itu, bersama perbaiki peradaban ini dengan islam secara totalitas.