oleh

Penerapan New Normal Antara Bahagia Dan Derita. Opini Mila Nur C

Penerapan New Normal Antara Bahagia Dan Derita. Oleh: Mila Nur Cahyani, S.PdPemerhati Masalah Sosial Politik.

Sebagaimana diberitakan Kompas.com pada 20 Juni 2020, kasus baru Covid-19 tembus di atas seribu per hari. Pada Sabtu (20/6/2020) pemerintah mencatat ada penambahan 1.226 kasus berdasarkan data yang dihimpun dalam 24 jam terakhir. Penambahan itu menyebabkan total kasus Covid-19 di Indonesia menjadi 45.029. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyebut masih tingginya kasus baru Covid-19 karena pelacakan yang dilakukan secara agresif.

Disisi lain dia mengungkapkan, Masa New Normal ada tiga lokasi yang berpotensi menjadi lokasi baru penularan Covid-19. Hal tersebut didasarkan pada kajian dari para ahli. Yang pertama, adalah ruangan kantor. Lokasi kedua, adalah rumah makan, restoran, warung atau kantin. Lokasi ketiga adalah sarana transportasi massal. (TribbunNews.com: 26 Juni 2020)

Dan ternyata apa yang diungkapkannya terjadi. Seorang penumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 682 yang baru tiba di Bandara Domine Edward Sorong dikonfirmasi positif Covid-19. Penumpang berinisial WH (20) tersebut merupakan seorang pelajar prohram afirmasi pendidikan menengah yang berasal dari Kabupaten Sorong Selatan. Karena hasil swab baru diberikan di Bandara Soetta dan sebelumnya diberitahukan bahwa semuanya negatif, petugas pun terburu-buru dan tidak mengecek ulang satu per satu hasil tes swab tersebut.(Tribbunnews: 29/06/2020)

Baca Juga :  Polemik UKT, Buah Pahit Kapitalisasi Dunia Pendidikan. Opini Justiani Sianna

Adanya new normal menjadi masalah baru dalam penanganan virus Covid-19 yang belum kunjung usai. Belum selesai penanganan virusnya, pemerintah malah memberlakukan new normal. Adanya pemberlakuan new normal membawa bahagia bagi masyarakat tertentu. Ada yang terdampak akibat Covid-19, maka di masa new normal akhirnya perekonomian bisa berjalan kembali. Tempat wisata dibuka, restoran-restoran bisa kembali hidup, orang-orang bisa beraktivitas kembali dan jalan-jalan pun kembali ramai. Hal ini membawa angin segar bagi masyarakat.

Masyarakat memang tidak bisa disalahkan. Hal ini dikarenakan mereka harus menanggung sendiri beban ekonomi yang mereka hadapi di tengah-tengah pandemi saat ini. Pemerintah lepas tangan dari urusan pemenuhan hidup rakyat mereka walaupun di masa wabah ini.

Selain membawa bahagia, new normal juga membawa derita bagi masyarakat. Mereka harus dihantui dengan penularan virus yang belum berakhir. Belum lagi ketika berpergian, mereka harus dihadapkan dengan biaya yang tidak sedikit. Mereka harus melakukan rapid test ataupun tes swab dengan biaya mandiri.

Baca Juga :  Komersialisasi Tes Corona Menelan Korban. Opini Syarifa Ashillah

Begitupula dokter-dokter pun sudah kewalahan dalam penanganan pasien Covid-19. Sebagaimana terjadi di RSUD Prof dr Soekandar Mojosari kabupaten Mojokerto, yang dituntut mampu menampung pertambahan pasien yang tinggi untuk menjalani perawatan. Tidak sekedar menyediakan tempat, pihak rumah sakit juga dituntut mampu menyediakan tenaga medis yang siap menangani pasien. Yang menyedihkan, dokter spesialis paru di rumah sakit tersebut baru ada dua orang. Hal ini tidak sebanding dengan pasien positif yang menjalani perawatan mencapai 80 orang. (radarmojokerto.id: 1/07/2020).

Inilah derita yang dirasakan rakyat akibat penerapan sistem yang salah. Pemerintah tidak tuntas dalam penyelesaian masalah yang ada. Pemberantasan virus Covid-19 belum usai, pemerintah malah menerapkan new normal yang menimbulkan masalah baru. Angka penderita Covid-19 pun terus bertambah. Atas nama pemulihan ekonomi, pemerintah malah mengorbankan rakyatnya dengan penerapan new normal yang malah menambah angka penderita Covid-19. Inilah sistem kapitalisme yang hanya menguntungkan bagi sebagian orang dan merugikan rakyat banyak.

Islam agama yang sempurna yang Allah turunkan dan menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia. Dalam Islam, ketika terjadi wabah maka negara harus melakukan pemberantasan wabah dulu dengan fokus pada daerah yang terkena wabah dan harus melakukan lockdown pada daerah tersebut. Dengan memberlakukan lockdown, maka tidak ada orang yang bebas untuk keluar masuk dari wilayah wabah tersebut. Negara akan menguatkan masyarakat yang terkena wabah dari sisi keimanan mereka. Negara juga akan menjamin tersedianya kebutuhan pokok mereka.

Baca Juga :  Rudi Chua Minta Maaf Kepada Walikota Tanjungpinang

Bagaimana dengan wilayah yang tidak tekena wabah? Maka wilayah ini akan tetap bisa beraktivitas seperti biasa. Roda perekonomian pun akan tetap berjalan. Maka tidak perlu dalam Islam untuk melakukan lockdown disemua wilayah. Hal ini dikarenakan cepat tanggapnya negara dalam menangani wabah dengan melakukan lockdown dari segala sisi, temasuk jalur pelabuhan dan udara terhadap wilayah dimana wabah terjadi. Sehingga penyebaran wabahnya tidak meluas seperti saat ini.

Ketika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah, maka akan diraih bahagia. Masyarakat akan merasakan indahnya diatur dalam aturan Islam yang akan menyelesaikan seluruh permasalahan umat yang ada dimuka bumi.

Wallahu a’lam bisshowwab

Loading...

Baca Juga