Logika Agama Makna Tahun Baru Islam Bagi Generasi Milenial. Oleh : Ustad Subair, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukhlisin DDI Paria.
Memahami makna tahun baru Islam dapat dilihat dari sudut esensi dan subtansi hijrah. Secara sederhana, hijrah dapat diklasifikasi dalam Hijrah Makaniyah dan Hijrah Maknawiyah.
Hijrah Makaniyah adalah hijrah tempat. Dari kota Mekkah menuju kota Madinah. Kata Nabi Muhammad SAW,” “lahijrata ba’dal fathih. Setelah pembebasan kota mekkah tahun ke delapan tidak ada lagi hijrah”. Yang ada adalah jihadun waniyyah (jihad dan niat beramal baik). Oleh sebab itu, untuk berhijrah, generasi milenial tidak diminta untuk pindah seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat secara harfiah. Kita hanya disuruh hijrah Maknawiyah, yaitu membuat perubahan dalam hidup.
Generasi milenial harus menjadi generasi yang selalu menciptakan perubahan yang positif dalam hidup. Jika kita membaca buku-buku sejarah Islam, kita bisa menemukan bagaimana kiprah dan peranan generasi muda di zaman Rasulullah SAW. Seperti Zaid Ibn Tsabit yang diberi tugas oleh Rasulullah SAW sebagai penterjemah bahasa Ibrani.
Kenapa bukan bahasa Inggris? Karena bahasa yang dipakai di Madinah selain bahasa arab adalah bahasa Ibrani. bahasanya orang-orang Yahudi. Kata Nabi, “Wahai Zaid Ibn Tsabit, belajarlah bahasa Yahudi”. Dari hadist ini kita bisa simpulkan bahwa belajar bahasa asing hukumnya sunnah. Bahasa apa? Bahasa asing yang paling dibutuhkan untuk lingkungan sekitar kita.
Tidak mungkin generasi milenial memahami peristiwa yang terjadi di dunia yang melalui Internet atau dunia maya kalau tidak memahami bahasa Ingris. Karena umumnya perdebatan menggunakan bahasa Ingris. Maka mencapai skor toefl 550 itu hukumnya fardu kifayah. Kenapa begitu? Karena terkadang umat Islam cepat terprovokasi hanya dengan melihat gambar, sementara bahasanya dia tidak mengerti karena menggunakan bahasa Ingris. Kejadian kasus pelecehan dan penghinaan kepada Nabi SAW adalah contohnya. Itulah makna tahun baru Islam.
Berapa umur Zaid Ibn Tsabit pada waktu itu? Umur beliau 21 tahun, kalau zaman sekarang ini umur 21 tahun belum selesai kuliah S1. Begitulah generasi muda di zaman Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu generasi milenial harus mengguasai bahasa Ingris, karena bahasa inilah yang paling banyak dipakai di dunia sekarang ini.
Muaz Ibn Jabal adalah seorang dai yang diutus oleh Nabi Muhammad SAW, ke Yaman. Ketika Rasulullah wafat, umur Muaz Ibn Jabal 20 tahun. Artinya, Rasulullah SAW, mengutus Muaz Ibn Jabal menjadi dai waktu umurnya dibawah 20 tahun. Beliau bukan orang Yaman, tapi beliau adalah orang Madinah. Apa maknanya? Bahwasanya orang tidak mesti berdakwah, belajar, bekerja di kampungnya sendiri seperti yang diistilahkan jagoan kampung. Generasi milenial jangan menunda-nunda pekerjaan dengan mengatakan nantilah, besoklah.
Pada bulan shafar tepatnya pada tahun ke 11 Hijriah, Rasulullah SAW mengutus pasukan menuju Romawi dengan pimpinan perang yang berumur 18 tahun, bernama Usamah Ibn Zaid. Bayangkan, anak yang baru berumur 18 tahun diangkat oleh Nabi menjadi panglima perang.
Seorang sahabat yang tidak setuju, ia menanyakan alasan Rasulullah SAW mengangkat Usamah Ibn Zaid sebagai pemimpin perang. Jawaban Rsulullah SAW, “kalau ada yang tidak setuju kepada Usamah Ibn Zaid, maka dia juga tidak setuju kepada bapaknya dulu”. Siapakah nama bapaknya Usamah Ibn Zaid? Zaid Ibn Harist. Beliau juga pernah dijadikan panglima perang saat umurnya seperti umur Usamah Ibn Zaid ketika diangkat jadi panglima perang. Bapak dan anak sama-sama mempunyai semangat perang.
Perlu kita fahami, bahwa yang tak boleh itu bukan memberikan kepercayaan kepada anak muda. Yang dilarang adalah memberikan amanah atau kepercayaan kepada orang yang bukan ahlinya, walaupun dia sudah tua. Istilah zaman milenialnya adalah inkompetensi atau tidak kompeten dalam bidang yang dimaksud. Itu juga makna tahun baru Islam.
Anas Ibn Malik staf pribadi Rasulullah SAW adalah contoh lainnya. Ketika Rasulullah SAW meninggal, umur Anas Ibn Malik 20 tahun. Abdullah Ibn Abbas, sebagai pakar Al-Qur’an dan Hadis ketika Rasulullah SAW meninggal, umurnya baru 15 tahun. Ketika Umar Ibn Khattab menjadi khalifah beliau mendudukkan Abdullah Ibn Abbas di tengah majelis orang-orang tua. Lalu yang lain komplain dengan mengatakan, “kenapa anak muda ini yang baru berumur 18 tahun duduk di tengah majelis kami?”
Umar Ibn Khattab menjawab, “saya mendudukkan Abdullah Ibn Abbas bukan karena umurnya tapi karena kemampuan ilmunya”. Kenapa begitu? Abdullah Ibn Abbas banyak menghafal Al-Qur’an dan Hadist dan dia juga punya pemahaman yang kuat. Bahkan Nabi SAW pernah mendoakannya, “Allahumma faqqihhu fiddin we’allimhut takwil (ya Allah pahamkan dia ilmu Agama dan ajarkan dia takwil)”. Jadi anak muda dalam Islam mempunyai peranan dan andil yang besar.
Hijrah itu artinya meninggalkan sesuatu karena dia butuh atau karena dia baik menuju kepada yang lebih baik. Yang pertama ingin penulis garisbawahi, bahwa hijrah itu terjadi karena hilangnya rasa aman.Hijrah sebagai titik awal tahun baru Islam adalah hijrah yang kedua. Sebenarnya hijrah yang pertama sebelum Nabi Muhammad SAW, hijrah ke Madinah ada hijrah ke Habasyah (Etiopia). Orang-orang Islam terancam, tersiksa, rasa amanya hilang. Maka Nabi SAW menganjurkan mereka, “silahkanlah kalian untuk mendapatkan rasa aman pergi ke Habasyah. Disana ada seorang raja, penguasa Kristen, tapi dia bersikap adil. Dia mengayomi semua orang tanpa memandang apapun agamanya”. Maka berangkatlah sebahagian sahabat kesana.
Nabi Muhammad SAW, hijrah ke Madinah. Dalam surah Isra’ itu ada dikatakan, “weiyyekadu layastafizzunaka minal ard (mereka itu hampir-hampir saja melakukan teror kepadamu untuk mengusir kamu dari Mekkah)”. Artinya, mereka melakukan teror yang bisa berdampak pada habisnya umat Islam di Mekkah. Dan benar, orang-orang kafir sudah mengambil keputusan untuk membunuh Nabi SAW, maka berhijrahlah beliau ke Madinah. Ada hal yang menarik, bahwa sebenarnya Sayyidina Abu Bakar sudah lama mengusulkan untuk berhijrah, tetapi Nabi SAW tidak melakukannya karena belum mendapatkan izin dari Allah SWT.
Suatu ketika Nabi tiba-tiba pergi ke rumah Sayyidina Abu Bakar di siang hari terik matahari sambil menyampaikan bahwa malam itu juga harus hijrah. Keberangkatan ini seolah-olah dadakan, akan tetapi sebenarnya ada pelajaran penting disitu. Sebenarnya keberangkatan Nabi Muhammad SAW sudah punya rencana yang matang. Apa rencana Nabi Muhammad SAW? Mari kita lihat.
Nabi bertanya kepada sahabat, tolong siapkan unta. Sahabat menjawab unta sudah siap. Siapkan penunjuk jalan, kita ingin mencari jalan bukan jalan biasa. Siapkan informan untuk menyampaikan kepada kita, bagaimana situasi Mekkah, siapkan orang yang bisa menghapus bekas-bekas jejak unta, siapkan yang mengantar bekal buat kita.
Kira-kira ada rencana atau tidak perjalan hijrah Nabi Muhammad SAW? Tentu kita akan menjawab ada. Semuanya sudah disiapkan, tinggal menunggu perintah Allah. Pelajaran pentingnya adalah: jangan tiba masa tiba akal, tapi harus melakukan perencanaan.
Kita sebagai generasi milenial harus melakukan perencanaan, kapan kita harus berkarya? Kapan kita bisa membantu saudara-saudara kita yang memerlukan uluran tangan kita? Mengapa tahun baru Islam itu dipilih tahun hijrahnya Nabi bukan tahun kelahirannya Seperti Isa Al-Masih?
Yang dipilih sebagai awal tahun baru Islam adalah hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Ada nilai-nilai dalam hijrah dan salah satunya adalah kebersamaan. Hijrah itu perencanaan dan kebersamaan. Mari kita lihat kebersamaannya.
Sebenarnya, Nabi berangkat hijrah tidak hanya bersama Abu Bakar saja. Ada penunjuk jalan yang non muslim, namanya Abdullah Ibn ‘Uraiqit. Ada pula seorang perempuan, Asma Binti Abi Bakar. Ia membawa bekal dengan selendangnya yang dia robek untuk membungkus bekal.
Kalau generasi milenial ingin membangun suatu peradaban, tidak akan pernah impian itu terwujud tanpa mengikutsertakan orang lain. Pada dasarnya tujuan hijrah adalah membangun peradaban baru. Itu sebabnya kota yang dulunya bernama Yatsrib (saling kecam) diganti oleh Nabi SAW menjadi Al-Madinah (tempat peradaban).
Generasi milenial yang berobsesi (bercita-cita) ingin membangun peradaban, maka harus menggambarkan rasa cintanya kepada tanah air. Karena ada hikmah lain tentang hijrah sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebelum Nabi SAW meninggalkan kota Mekkah untuk hijrah, beliau menghadapkan diri ke kota Mekkah sambil berkata, “demi Allah. Innaka laahabbul bilad (engkau wahai kota Mekkah adalah yang kota yang paling ku cintai)”. Seandainya pendudukmu tidak mengusir aku, maka aku tidak akan meninggalkanmu. Generasi milenial harus mengetahui sampai dimana kecintaan seseorang kepada negerinya. Antara lain, pada saat dia keluar negeri, seberapa kangen dia untuk kembali.
Jauh sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah, sekian banyak orang dari kota Madinah sempat meminta Nabi SAW untuk berangkat. Mereka mengatakan, “ya Rasulallah, mari kita hijrah”. Tetapi Nabi SAW menolak dengan alasan bahwa beliau belum mendapatkan izin dari Allah SWT. Nabi SAW pun berkata, “kembalilah kalian dan berdakwalah dengan cara yang baik di kota Madinah”.
Waktu itu perwakilan dari Madinah begitu bersemangat mengajak hijrah hingga suasana sempat ramai. Kemudian Nabi SAW berbisik kepada mereka, “jangan terlalu ribut. Nanti kedengaran orang dan mengganggunya”. Lalu seorang diantara mereka yang berkata, “kalau mereka mengganggu kita, maka kita lawan. Karena kita juga punya pedang”. Tapi Nabi mengatakan, “jangan”. Apa maknaya ini? Jangan sampai dakwah anda kemudian ajakan anda menimbulkan kekacauan dalam masyarakat.
Kalau generasi milenial ingin mendapatkan rasa damai secara pribadi, maka perhatikanlah keimanannya kepada Allah SWT. Ala bizikrillah tatmainnul qulub. Tetapi kalau gererasi milenial ingin menciptakan keamanan di masyarakat, maka dahulukan keamanan masyarakat ketimbang iman anda.
Kita lihat kalau generasi milenial ingin keimanan semua anggota masyarakat harus seperti keimanannya, maka insya Allah akan kacau. Berikanlah masyarakat rasa aman. Biarkan masing-masing melaksanakan apa yang diimaninya secara pribadi masing-masing. Kalau generasi milenial tidak setuju dengan dengan keimanan orang lain, silahkan tidak usah mengikutinya tapi jangan diganggu. Hijrah ini mengajarkan generasi milenial beriman secara pribadi kaitannya dengan Allah SWT dan menciptakan rasa aman di tengah masyarakat, bukan sekedar penanda tahun baru Islam saja.
Kalau kita mempelajari peradaban yang pernah muncul dan berjaya dalam sejarah umat manusia, hampir semuanya bermula dari hijrah. Bahkan peradaban Amerika sekarang ini itu mulanya dari hijrah. Orang-orang Amerika itu adalah orang-orang dari Inggris. Peradaban Islam juga begitu. Jadi didalam hijrah sebenarnya harus ada optimisme, jangan pernah kehilangan optimisme. Pelajaran dari hijrah bagi generasi milenial, optimis lah. Petapapun sulitnya keadaan, betapapun pekatnya malam. Optimis lah bahwa fajar pasti menyingsing.