oleh

Tak Punya Hati, Tes Corona Menelan Korban Akibat Komersialisasi

Tak Punya Hati, Tes Corona Menelan Korban Akibat Komersialisasi. Oleh: Miladiah Al-Qibthiyah, Aktivis Muslimah Papua.

“Sungguh Tega”. Inilah frasa yang tepat menggambarkan keadaan negeri yang belum bisa lepas dari zona merah pandemi global covid-19. Disaat rakyat banyak yang meninggal dunia akibat corona, disaat banyak rakyat tercekik akibat tagihan listrik melambung berkali lipat di tengah wabah, disaat rakyat banyak kelaparan dan kehilangan pekerjaan akibat resesi ekonomi dan seabrek penderitaan lainnya. Pemerintah justru mengomersialisasi tes corona, yakni menetapkan biaya rapid dan swab test dari ratusan hingga jutaan rupiah.

Tingginya biaya tes tersebut telah menelan korban di masyarakat. Terungkap, ketika seorang ibu di Makassar, Sulawesi Selatan, dilaporkan kehilangan anak di dalam kandungannya setelah tidak mampu membayar biaya swab test sebesar Rp2,4 juta. Padahal kondisinya saat itu membutuhkan tindakan cepat untuk dilakukan operasi kehamilan. (https://www.bbc.com, 18/06/2020)

Komersialisasi Tes Corona

Belum kering luka rakyat akibat penderitaan silih berganti di situasi pandemi, pemerintah justru melakukan komersialisasi tes corona dan ini jelas sangat membebani masyarakat dan menyita waktu, serta pemerintah tidak bisa menjamin rakyatnya bebas covid khususnya bagi yang ingin melakukan perjalanan dengan sarana transportasi keluar-masuk kota di Indonesia.

Besarnya biaya yang harus dibayarkan untuk menguji seseorang terinfeksi virus Covid-19 atau tidak, bervariasi di berbagai instansi di Indonesia. Pemerintah juga mengharuskan masyarakat mengambil tes mandiri jika ingin bepergian keluar kota, misalnya, saat hendak naik kereta, diperlukan hasil rapid test, tes PCR, atau tes influenza sebagai syarat seseorang boleh naik kereta. (https://today.line.me, 21/06/2020)

Baca Juga :  Ancaman Pidana Bagi Yang Merampas dan Menyita Bendera Tauhid

Di sebuah marketplace harga alat rapid test impor dari China Rp 295.000. Tapi ada juga yang menjual dengan harga Rp 900.000 per buahnya. Rata-rata harga alat rapid test di bawah Rp 1 juta. Di RS Universitas Indonesia salah satunya, biaya pemeriksaan tes swab termasuk PCR adalah Rp 1.675.000 sudah termasuk biaya administrasi. Di Riau, harga tes swab per orang Rp 1,7 juta. Harga tersebut merupakan tes swab mandiri di RSUD Arifin Achmad. Sementara itu di Makassar ada yang menjual tes swab seharga Rp 2,4 juta, yaitu di RS Stellamaris. (https://kompas.com,01/06/2020)

Berbagai pihak seperti Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), asosiasi RS, dan pengamat kebijakan publik turut menilai tingginya harga tes Covid-19 dikarenakan pemerintah belum menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET). Akibatnya, banyak masyarakat mengeluh dengan tingginya biaya tes corona, seperti rapid test, PCR dan swab.

Mahalnya biaya tes corona meberi indikasi pelayanan kesehatan dijadikan ajang untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya dan terbaca dikendalikan oleh kepentingan komersial. Hal ini terjdi akibat dari lemahnya peran pemerintah dalam mengatur dan mengawasi uji tes ini.

Betapa miris, dalam perspektif sekularisme, kesehatan adalah jasa yang harus dikomersialkan. Adanya komersialisasi pembiayaan tes corona tidak lepas ulah penguasa sendiri yang hadir sebagai pelaksana sistem kehidupan sekularisme. Yang justru menegaskan ketidakpeduliannya terhadap penderitaan masyarakat. Ya, sebagai regulator yang menjadi fungsi negara hari ini, hingga negara menjamin komersialisasi itu terjadi. Padahal jelas, komersialisasi kesehatan ini merupakan bentuk kejahatan, mengapa? Sebab telah menjadi ladang bisnis bagi mafia kesehatan dan seolah menjadi ruh dalam pelayanan kesehatan.

Baca Juga :  Komersialisasi Tes Corona, Rakyat Kian Sengsara. Opini Sartika Saragih

Pintu kezaliman telah terbuka lebar dengan hadirnya negara memfasilitasi komersialisasi pelayanan dan pembiayaan kesehatan demi kepentingan korporasi yang menjadikan bisnis adalah agenda nomor satu”. Akibatnya pelayanan kesehatan sering menuai konflik antara rumah sakit, tenaga kesehatan, dan pasien.

Semakin memperjelas, adanya biaya tes corona yang mahal ini sangat membebani mental dan keuangan masyarakat, apalagi di tengah pandemi covid-19, dimana rakyat serba kesulitan, mestinya pemerintah memasok hajat hidup rakyat yang serba kekurangan bukan menambah beban hidup rakyat dengan mahalnya biaya tes corona. Alhasil, masyarakat dipaksa menerima pelayanan kesehatan meski harus bertaruh nyawa.

Negara Tak Punya Hati, Namun Islam Punya Solusi

Kehilangan anak dalam kandungan akibat tak ada biaya swab test merupakan kelalaian negara dan ketidakpedulian negara kepada rakyat. Apatah lagi ketika memahami kondisi ibu hamil yang tengah hamil tua yang membutuhkan segera tindakan cepat untuk dilakukan operasi kehamilan, akan tetapi dipersulit dengan keharusan menjalankan serangkaian proses pemeriksaan covid-19. Alhasil 3 rumah sakit menolak akibat tidak ada yang menanggung biaya rapid dan swab test tersebut.

Baca Juga :  Siaga Bencana, Erna Rasyid Taufan Galang Donasi Melalui Lazismu

Kehadiran pemerintah sebagai regulator atau pelaksana sistem kehidupan sekular menunjukkan kegagalan disemua sektor. Padahal negara ini punya sumber kekayaan melimpah maka mudah bagi pemerintah untuk menjamin pemenuhan pelayanan kesehatan publik. Namun negara ini sangat setia menjadi pembebek negara kapitalis sekular dan semakin menunjukkan kelemahannya yang tidak sanggup mengelola negara yang kaya raya ini.

Berbeda dengan sistem kehidupan Islam, yang secara khusus didesain oleh Allah SWT bagi terwujudnya fungsi negara yang benar. Menjadi perisai jika terjadi komersialisasi pelayanan kesehatan serta meniscayakan terwujudnya pelayanan kesehatan gratis dan berkualitas bagi masyarakat secara memadai.

Dengan penuh kesadaran dan ketundukan kepada sang pencipta dan pengatur kehidupan mendorong pemerintah bertanggung jawab secara langsung dalam pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam Islam, layanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat sehingga haram menjadikannya bisnis dan jasa untuk dikomersialkan.

Islam tidak akan tanggung-tanggung menggelontorkan dana demi kemaslahatan seluruh masyarakat dalam menyediakan fasilitas kesehatan gratis dan berkualitas sebab negara memiliki sumber keuangan baitul mal dengan anggaran mutlak dan wajib diadakan oleh negara serta negara memiliki kemampuan finansial mandiri dalam memenuhi hajat hidup tiap individu masyarakat.

Wallaahu a’lam bi ash-shawwab

Loading...

Baca Juga