oleh

Melihat Ke Dalam Diri, Renungan Bisnis Pertama. Opini Tubagus Soleh

Melihat Ke Dalam Diri, Renungan Bisnis Pertama. Oleh: Tubagus Soleh, Ketum Babad Banten. Pembelajar Bisnis di Albayt University Al Bantani. Pendiri Madrasah Dzikir Maulana Sultan Yusuf Banten. Sekarang sedang merintis Amal Usaha Warung Berkah Sejahtera Bintang 5.

Dalam dunia bisnis, ada dua mazhab pemikiran yang dianut oleh pebisnis. Pertama, yang berpandangan bekerja untuk mendapatkan duit. Kedua, yang berpandangan uang yang bekerja untuk dirinya.

Pengikut Mazhab pertama, kebanyakan “berstatus” sebagai Karyawan. Orang yang bekerja pada Bos pemilik bisnis. Di bayar sesuai aturan dan kesepakatan kedua belah pihak. Bermodalkan tenaga untuk di level bawah. Dan untuk di level menengah dan atas bermodalkan Pikiran dan pengalaman kerja sebelumnya.

Pengikut Mazhab kedua, kebanyakan “berstatus” Owner. Bos. Pemilik Bisnis. Owner ini terkadang berawal dari modal gagasan atau ide. Sedikit modal tenaga untuk bisa menjalankan ide bisnisnya. Dengan ketekunan, kesungguhan, semangat dan keberuntungan, bisnisnya menjadi besar dan beranak Pinak.

Baca Juga :  AMBB dan Gardapati Terus Konsolidasi Kemenangan Paslon 01

Kedua Mazhab bisnis ini semuanya bermuara pada “Duit”. Duit yang punya kuasa. Semua bergerak karena duit. Duit yang menjadi pokok pangkalnya. Duit yang menjadi sumber geraknya.

Bila kita telisik lebih dalam lagi kedua Mazhab pemikiran itu bersumber dari gagasan besar kapitalisme. Semua ukurannya adalah materialis.

Orang yang tidak punya duit jangan bermimpi bisa berbisnis kecuali berstatus sebagai karyawan.

Saya pribadi pernah meyakini dan membenarkan kedua Mazhab pemikiran tersebut. Kalau mau bisnis ya kudu bermodal yang bermakna kudu Pake duit. Duit hanya bisa dipancing dengan duit. Begitu coletoh yang sering saya dengar.

Namun sejak berdiskusi serius dengan Kang Mas Fauzi –pendiri amal usaha Warteg Bintang 5 yang sedang berkembang–, Para Anggota Grup Saudagar Banten yang ideologis serta diskusi Mendalam di Forum Cisadane Tangerang (FCTe), konstruksi berfikir saya tentang bisnis dan duit menjadi bergeser. Atau boleh dibilang berubah.

Baca Juga :  Dibekukan dari Direktur KOIN NU Lampung, Andy Warisno Tak Mau Bayar Kotak KOIN NU?

Pasalnya sederhana saja. Cara pandang saya tentang duit berubah. Cara pandang saya tentang alam juga berubah, cara pandang saya tentang manusia juga berubah. Dan keyakinan saya Kepada Tuhan semakin kokoh.

Diskusi Mendalam di Forum Cisadane Tangerang (FCTe) mengungkapkan fakta kesalahan berfikir yang fatal tentang duit. Dengan melihat fakta, hari ini kita sudah direcoki atau diracuni oleh satu pemikiran yang sangat merusak tentang duit. Begini bunyinya, ” Duit memang bukan segalanya, namun segalanya perlu duit”.

Ungkapan tersebut awalnya hanya slogan biasa saja. Namun sekarang sudah menjadi aksiomatik. Orang sudah meyakini duit bisa menyelesaikan segala urusan dan perkara.

Turunan dari Pemikiran tersebut yang sudah terlihat nyata adalah prilaku sogok menyogok atau suap menyuap menjadi tumbuh subur menjamur dalam realitas sosial bangsa kita. Bahkan sudah menjadi prilaku yang biasa saja.

Baca Juga :  Jangan Ciderai Demokrasi Kita, Sebuah Opini Tubagus Soleh

Di samping itu, turunan lainya adalah prilaku-prilaku sosial yang tidak kalah seremnya juga muncul karena akar masalahnya duit. Duit tidak punya saudara. Bisnis ya bisnis. Begitulah turunan selanjutnya dari slogan tersebut.

Inilah Fakta yang yang kita hadapi. Tapi benarkah Mazhab pemikiran duit bukan segalanya, namun segalanya harus Pakai duit? benarkah pemikiran yang mengatakan kita bekerja untuk mendapatkan duit dan duit harus bekerja untuk kita? (Bersambung)

Loading...

Baca Juga