oleh

Ahlan wa Sahlan Presiden & Wakil Presiden RI yang Baru

Ahlan wa Sahlan Presiden & Wakil Presiden RI yang Baru. Oleh: Soleh Assugrie, Ketua Badan Ideologi & Kaderisasi PP GPI.

Tiga hari lagi kita punya Presiden dan Wakil Presiden Baru. Tepatnya pada tanggal 17 April 2019 semua rakyat Indonesia yang punya hak pilih dipastikan akan menggunakan haknya untuk mencoblos Putera Terbaik Indonesia. Pemilu tahun ini merupakan pemilu terheboh dan terpanas sepanjang pemilu pemilu yang sudah kita lakukan.

Dinamika demokrasi yang saya rasakan, karena saya secara pribadi ikut terlibat sebagai relawan di pilpres ini. Pesta demokrasi kali ini banyak memberikan pelajaran yang berharga kepada saya, bagaimana bersikap dewasa terhadap perbedaan perbedaan yang kita hadapi secara langsung dan hadap hadapan dengan para pihak yang berbeda. Sebenarnya hal ini sangat menarik dan mencerahkan. Demokrasi kadang memaksa kita untuk menjadi pribadi yang dewasa dan dipaksa juga untuk memahami segala macam bentuk perbedaan. Baik pemikiran maupun aksi aksi yang terkadang membikin kita harus berlapang dada.

Dewasa dalam mensikapi perbedaan yang sebenarnya adalah hakekat berdemokrasi. Tanpa sikap dewasa demokrasi akan menjelma menjadi democrazy. Tanpa sikap dewasa, demokrasi akan menjelma menjadi ruang publik yang sangat kejam bagi siapa saja. Saya ikut miris menyaksikan demokrasi menjadi algojo untuk menghabisi seseorang. Bahkan demokrasi telah mengabaikan adab kita sebagai bangsa Timur yang sangat menjunjung nilai nilai orang timur.

Baca Juga :  Ramalan Negara Bubar Versus Menjadi Negara Terbesar ke-7 di Dunia

Demokrasi merupakan ruang etalase menjual gagasan yang ditawarkan kepada publik. Beradu argumen dengan basis pemikiran genius serta didukung dengan data dan fakta kenyataan akan sangat menarik serta sangat mencerahkan bagi rakyat. Karena dengan demikian proses politik bangsa seperti Pilpres dan Pileg ini tidak hanya menjadi ruang “pesta” yang menghibur tapi juga menjadi pembelajaran massal rakyat kita.

Pembelajaran di ruang kelas sekolah, Perguruan Tinggi, Pesantren atau lembaga lembaga pendidikan lainnya menemukan ruang praktek yang besar tentang hakekat kepemimpinan. Bahwa menjadi pemimpin itu tidaklah semudah berbicara di forum forum diskusi. Demokrasi juga menuntut lembaga pendidikan harus memiliki ketersambungan dengan realitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena disitulah alur kehidupan saling melengkapi menuju kesempurnaan hidup berproses.

Saya membayangkan bila saja semua proses demokrasi dalam pemilihan Presiden ini benar benar sesuai kaidah kaidah normatif berdemokrasi, maka dengan sendirinya akan memiliki dampak psykologis dan sosial yang sangat mencerahkan.

Coba saja bayangkan, demokrasi yang melibatkan semua rakyat bergerak bersama, bersuara bersama dan berpartisipasi bersama dan bergembira bersama tentu saja memiliki energi yang sama. Seandainya saja bila semua potensi kekuatan itu diarahkan dengan semangat untuk kedewasaan rakyat dan demi kemajuan kehidupan berbangsa maka kehidupan bernegara kita akan sangat berdampak luar biasa.

Baca Juga :  Logika Agama Jahiliyah Modern dan Wahyu Politik Nabi Muhammad SAW

Tapi yang kita sayangkan demokrasi kita sudah tercemar dengan hanya merebutkan secuil kekuasan. Bagaimana bisa merebut kekuasaan dan menjadi penguasa. Hingga cara cara yang digunakan untuk merebut itu mengabaikan nilai-nilai keadaban tinggi kita sebagai bangsa.

Contoh yang paling nyata rusaknya demokrasi kita adalah berseliwernya hoaks yang sangat membunuh siapa saja. Hoaks adalah musuh demokrasi yang paling nyata. Seorang demokrat sejati tentu saja akan menghindari cara cara hoaks yang tidak ada nilai adabnya.

Hari Tenang

Untungnya tradisi di kita, sebelum hari pencoblosan ada waktu jedah yang kita sebut dengan hari tenang. Yang saya pahami dengan istilah hari tenang adalah waktu dimana kita bisa berfikir jernih untuk menjatuhkan pilihan yang sesuai dengan hati nurani kita. Tanpa ada paksaan dari siapapun. Semakin kita bertanggungjawab terhadap kemajuan bangsa dan lahirnya pemimpin yang sesuai napas derita rakyat maka akan sangat mudah bagi kita menentukan pilihannya. Namun begitu juga sebaliknya. Justru ketika kekuasaan yang menjadi tujuan utama maka disitulah titik masuk godaan syetan yang merusak akal pikiran jernih kita.

Baca Juga :  Ahmad Nawawi: Jokowi Presiden Untuk Kita Semua
Saya sangat sepakat bahwa di hari tenang seluruh aktivitas kampanye dihentikan. Atribut kampanye dibersihkan. Keheningan suasana harus dihadirkan. Biarlah kejernihan nurani yang melihat dan memilih sang presiden sebagai pemimpin besar bangsa kita.

Keheningan yang benar benar hening bisa melihat dengan jernih siapa sosok yang pas dan pantas dalam memimpin.

Sebagai bangsa besar, Indonesia membutuhkan pemimpin yang berjiwa besar dan berfikir besar serta berani bertindak besar juga.

Pemimpin tidak boleh lahir dari dendam masa lalu. Karena Pemimpin yang lahir dari dendam masa lalu akan sangat potensial menjadi diktator seperti fir’aun. Dan ini sangat membahayakan masa depan bangsa kita sendiri.

Semoga saja di hari tenang menjelang hari pencoblosan ini kita tidak tegang dan tetap menjaga otak waras kita.

Di hari tenang ini dengan mengharapkan Rahmat Allah swt, saya optimis mengucapkan, Selamat datang Presiden dan Wakil Presiden RI masa bakti 2019 sd 2024. Semoga rahmat Tuhan selalu tercurah kepada kita bangsa Indonesia. Amin.

Loading...

Baca Juga