Sipil dan Tantangan Intelejen Kita. Oleh: Tubagus Soleh, Ketum Babad Banten Pusat.
Saya mendapat kiriman video singkat tentang konsolidasi Mantan Kombatan GAM dan berita Situasi terkini di Papua.
Video singkat tentang berkumpulnya mantan Kombatan GAM tersebut sangat menarik di simak. Pasalnya, akan sangat mempengaruhi situasi politik dan keamanan secara Nasional. Tentu saja bila tidak apik menanganinya akan berujung pada iklim Investasi di negara kita sebagaimana yang sedang digenjot oleh Presiden Jokowi.
Situasi politik di Aceh dan Papua perlu mendapat perhatian serius dari Presiden Jokowi. Jangan sekali-kali di respon dengan lambat atau salah ambil keputusan. Karena pengalaman kita sebagai Bangsa sudah cukup dengan lepasnya Timor timur, Konflik yang berkepanjangan sesama anak bangsa di Aceh dan Papua.
Pendekatan DOM di Aceh, Papua dan Timur Timor, memberikan pelajaran penting kepada kita sebagai bangsa bahwa Pendekatan dengan kekerasan selalu melahirkan kekerasan lanjutan. Dan untuk reunifikasi sangat memerlukan waktu yang sangat lama dan kesabaran tanpa batas.
Menarik untuk disimak, penuturan dari Pengamat Intelejen Senior bapak Suhendra Hadikuntono tentang pola penanganan konflik di Aceh dan Papua. Menurut beliau, pola penanganan dengan kekerasan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi kekinian yang serba terbuka.
Masih menurut Suhendra, untuk menangani konflik Papua dan potensi Politik di Aceh yang sudah mulai memanas, harus dengan pendekatan lunak. Tidak cocok dengan pola pendekatan kekerasan. Untuk itu diperlukan kemampuan seorang intelejen yang mampu berkomunikasi dari hati ke hati.
Penulis sangat tertarik dengan Gagasan dari Pengamat Intelijen senior tersebut. Dan penulis sangat yakin, dengan pola pendekatan yang lunak dan humanis akan menyelesaikan banyak hal dalam setiap konflik.
Menurut penulis, inilah tantangan dunia intelejen kita sebagai bangsa. Yaitu harus merubah cara pandang dari pola militeristik kepada cara pandang pendekatan kemanusiaan. Seperti kata pepatah kita harus mampu menangkap Ikan di air yang jernih.
Menurut penulis, Pak Jokowi sebagai Presiden harus juga mempertimbangkan Kepala BIN berasal dari sipil agar memiliki cara pandang yang berbeda 180 derajat dari cara pandang intelejen dari kalangan ‘militer’. Sehingga Konflik Papua dan Aceh yang sudah mulai memanas bisa di padamkan tanpa harus mengeluarkan sebutir peluru dan korban dari sesama anak bangsa.