Genosida Srebrenica, Duka Kaum Muslimin Seluruh Dunia. Oleh: Misbah Munthe, Pemerhati Kebijakan Publik.
Genosida Srebrenica atau pembantaian kaum muslimin Bosnia di Srebrenica yang terjadi 25 tahun silam merupakan pembunuhan massal terbesar di Eropa setelah Perang Dunia Kedua. Tidak kurang dari 8000 kaum muslimin Bosnia meregang nyawa menghadapi bringasnya amukan pasukan Republik Srpska dibawah pimpinan Jenderal Ratko Mladic “si jagal bosnia”.
Sejarah Bosnia tak lepas dari masa Kekhilafahan Utsmaniyah. Masuknya Bosnia ke dalam pemerintahan Khilafah pulalah yang menjadi awal berakhirnya pemerintahan Serbia. Pembantaian terkejam yang pernah dilakukan pemerintah Serbia terhadap kaum muslim di Srebrenica, Bosnia, tak lain karena kebencian dan dendam mereka terhadap Islam. Orang-orang Bosnia itu sendiri sebagian besar adalah Muslim keturunan dari Slavia Bosnia yang menganut Islam di bawah pemerintahan Turki Utsmani sejak penaklukkannya pada tahun 1463.
Genosida ini bermula dari pecahnya peperangan antara Serbia dan Bosnia pada tahun 1992. Dimana pasukan tentara serbia mulai memburu kaum muslimin guna pembersihan etnis. Karena kekejaman dan kebengisan yang dilakukan tentara serbia itulah kaum muslimin di bosnia menyelamatkan diri dengan melarikan diri ke kamp-kamp pengungsian di wilayah srebrenica, yang merupakan kamp pengungsian terbesar dengan status “zona aman” yang disematkan oleh PBB. Kamp srebrenica tersebut merupakan salah satu kamp pengungsian terbesar yang dijaga oleh 400 penjaga perdamaian dari Negeri Belanda.
Pada tanggal 6 Juli 1995, pasukan Korps Drina dari tentara Serbia Bosnia mulai menggempur pos-pos tentara Belanda di Srebrenica. Dibawah komando jendral ratko mladic, kaum muslimin laki-laki (usia 12 tahun- 77 tahun) dibawa dan di “introgasi”. Sementara kaum wanita dan anak-anak berkumpul di potocari guna mencari perlindungan terdekat dari tentara penjaga perdamaian Belanda. Hingga pada Pada tanggal 13 Juli pembantaian pertama pecah di gudang dekat desa Kravica. Pasukan Belanda menyerahkan 5000 pengungsi Bosnia kepada pasukan Serbia, untuk ditukarkan dengan 14 tentara Belanda yang ditahan pihak Serbia. Pembantaian terus berlangsung. Pada 16 Juli berita adanya pembantaian mulai tersebar. Tentara Belanda meninggalkan Srebrenica, dan juga meninggalkan persenjataan dan perlengkapan mereka. Selama 5 hari pembantaian ini, 8000 Muslim Bosnia telah terbunuh. (id.wikipedia.org)
Sebuah laporan tahun 2002 menyalahkan pemerintah Belanda dan pejabat militer terkait karena gagal mencegah pembunuhan. Seluruh bagian pemerintah mengundurkan diri setelah laporan itu keluar. Pada 2019, mahkamah agung negara itu menguatkan putusan bahwa Belanda ikut bertanggung jawab atas 350 kematian di Srebrenica. Pada 2017, pengadilan PBB di Den Haag menghukum Mladic atas genosida dan kekejaman lainnya. Ia bersembunyi setelah berakhirnya perang pada tahun 1995 dan tidak ditemukan sampai 2011. (bbc.com)
25 tahun berlalu, Efek dari pembantaian itu masih bergema sampai hari ini. Bahkan, kuburan massal baru dan tubuh korban masih ditemukan. Peristiwa tersebut tetap menyisakan luka yang mendalam bagi keluarga korban dan ummat Islam diseluruh dunia. Luka ini terus berdarah dan bertambah perih dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Walikota Serbia Mladen Grujicic, yang terpilih pada 2016 setelah kampanye berdasarkan penolakan genosida – mengatakan bahwa “ada bukti baru setiap hari yang menyangkal kejadian tersebut.” Selain itu Pemimpin politik Serbia, Milorad Dodik, juga menggambarkan pembantaian itu sebagai “mitos”. (cnnindonesia.com)
Sungguh, Genosida terhadap ummat Islam di bosnia adalah salah satu cermin kegagalan dunia international dibawah kendali kapitalisme dalam menjamin keamanan pada seluruh penduduk dunia. Peristiwa genosida ini juga tak lepas dari sikap ketidakberpihakan yang dilakukan organ Kapitalisme global PBB terhadap muslim Bosnia. PBB selama ini menjadi alat negara-negara imperialis dunia.
Oleh karena itu, pembiaran genosida muslim ini tentu bukan yang pertama kali dan satu-satunya. Berbagai pembantaian dengan umat Islam menjadi korban tidak bisa dilepaskan dari kebijakan PBB yang berada di bawah kendali Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Hingga saat ini pembantaian terhadap Muslim Palestina terus berlangsung. PBB tidak bisa melakukan apa-apa. Berbagai resolusi yang dikeluarkan PBB terkait Israel lumpuh karena diveto oleh Amerika Serikat.
PBB juga tunduk pada kebijakan Amerika di Suriah, yang telah menyebabkan lebih dari 500 ribu Muslim terbunuh, jutaan harus mengungsi. Meskipun Amerika Serikat telah demikian banyak melakukan pembantain saat menduduki Irak dan Afganistan, PBB tidak bisa berbuat banyak. Malah PBB kadang memberikan legitimasi atas sepak terjang Amerika Serikat melakukan terorisme di seluruh dunia.
Dalam hal menuntut keadilan di Mahkamah International, tentu tidak akan menghasilkan apa-apa selain kecewa. Berharap PBB akan menindak tegas penjahat internasional juga sebuah ilusi. Sebab, sikap “garang’ PBB tidak akan pernah berlaku terhadap tindakan yang sejalan dengan kepentingan Amerika Serikat.
Bagai buih di lautan. Banyak namun tak memiliki kekuatan untuk melawan deru ombak yang terus menerjang. Dengan jumlah 1,5 milyar kaum muslimin di seluruh dunia ternyata tak mampu untuk berbuat banyak ketika pembantaian demi pembantaian terus digencarkan. Alasan semua ketidak berdayaan itu ialah sebab ketiadaan negara adidaya Islam yang mampu menjamin keamanan dan keadilan terhadap kaum muslimin di dunia Internasional.
Semenjak keruntuhan Negara Islam pada tahun 1924, kaum muslimin ibarat “hidangan kue” diatas meja yang terus diperebutkan ditengah-tengah musuh nya. Dendam kesumat yang mengakar dalam diri mereka tak berhenti pada penghapusan institusi Khilafah. Tetapi berlanjut pada bagi-bagi kekuasaan setiap negeri-negeri muslim dengan istilah nation state diantara mereka yang perwujudan nation state tersebut masih nyata kita rasakan hingga saat ini. Inilah kunci kelemahan ummat Islam. Ketika “payung” yang menaungi ummat Islam saat itu terlepas sebab pengkhiantan Mustafa Kemal Attaturk, sejak itulah kekuatan kaum muslimin lenyap, musnah.
Kondisi Ummat Islam di setiap belahan dunia manapun tak jauh berbeda. Terjajah dan tertindas tanpa perlindungan sedikitpun. Ummat Islam kini Kehilangan sosok pemimpin yang benar-benar hadir ditengah ummat bertindak sebagai junnah. Pemimpin yang membela ummat, menjaga kehormatan wanita muslimah dan menjamin keadilan yang merata bagi setiap warga negara muslim ataupun non muslim yang ada dibawah naungan kekuasaannya.
Sebaliknya, pemimpin ummat islam saat ini memilih bersikap mesra dengan penjajah. Bahkan, mereka rela menukar rakyat dan harta kekayaan negara demi seonggok kekuasaan yang membawa mereka pada jurang kehancuran dan kehinaan.
Sungguh, tak ada yang akan memberikan naungan teduh kepada ummat manusia selain naungan dibawah kepemimpinan yang bersandar pada syari’at Islam semata. Semoga, hari kemenangan itu akan tiba, hari dimana segala bentuk kedzaliman itu tertunduk hina dibawah kekuasaan Islam yang mulia.
Wa maa taufiqi illa billah