oleh

Melihat Ke Dalam Diri, Renungan Bisnis Pertama (Lanjutan)

Melihat Ke Dalam Diri, Renungan Bisnis Pertama (lanjutan). Oleh: Tubagus Soleh, Ketum Babad Banten. Pembelajar Bisnis Albayt University Al Bantani. Pendiri Madrasah Dzikir Maulana Sultan Yusuf Banten. Sekarang sedang merintis Amal Usaha Warung Berkah Sejahtera Bintang 5.

Pertanyaan-pertanyaan sederhana yang muncul merupakan bentuk kegelisahan atas realitas yang tidak sesuai dengan “rasa” kemanusiaan dalam diri kita sendiri.

“Duit” yang merupakan hasil “rekayasa” manusia justru telah menjelma menjadi “tuhan'” yang “sangat berkuasa”, dan “sangat menentukan”, serta “sangat-sangat” yang lainnya.

Begitu dahsyatnya “duit”, sehingga tanpa sadar nyaris hampir semua aktivitas kehidupan kita tidak bisa terlepas dari “duit”.

Terlebih di zaman modern, perkembangan teknologi informasi yang super dahsyat menambah kedigdayaan duit. Kolaborasi duit dengan IT menjadikan manusia seperti robotik. Seolah-olah seperti mati atau hidup terasing dari gemerlapnya duit ketika smart phone kita hilang atau tertinggal.

Baca Juga :  Pak Jokowi, Kapan Jalur Commuter Line Dari Rangkasbitung Hingga ke Merak Diaktifkan?

Sekarang ini, manusia Modern tidak bisa bertahan hidup tanpa smart phone dan duit.

Kembali pada pertanyaan di atas, benarkah pemikiran yang sudah menjadi aksiomatik, bahwa duit bukan segalanya, namun segalanya tanpa duit urusan menjadi runyam adalah sebuah kebenaran? Kita hanya punya dua pilihan, kalau benar tidak salah. Kalau salah Tidak benar. Tidak ada pilihan ketiga.

Seandainya kita menjawab asumsi itu salah. Berarti semua orang yang meyakini dan berasumsi seperti itu adalah “sesat” dan berpotensi akan merusak tatanan alam semesta.

Begitupun sebaliknya. Seandainya kita dengan tegas bahwa asumsi itu benar. Berarti apapun yang kita sudah, sedang dan akan kita lakukan orientasi kita tidak terlepas dari “Duit”. Segala sesuatu akan dihitung “untung rugi”. Bisnis adalah bisnis. Duit tidak mengenal Saudara. Apapun yang kita lakukan semata-mata hanya tertuju pada keuntungan dan kerugian yang bersifat material. Tidak lebih.

Baca Juga :  Rumisah Hidup Sebatang Kara di Rumah Bilik Berdinding Bambu

Seandainya asumsi itu yang menjadi acuan kita dan menjadi daya gerak hidup kita maka tentu saja akan berdampak serius dalam tatanan alam semesta dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Oleh sebab asumsi kita meyakini “duit” adalah segalanya itu menjadi sebab serius akar utama masalah kehidupan pribadi, sosial dan spiritual kita selanjutnya.

Ketidak seimbangan dan ketidak harmonisan bermula dari dasar pemikiran dan keyakinan kita sendiri yang kita tanam dalam diri kita sendiri.

Semakin kita membersihkan diri dari segala sifat kebendaan dari keyakinan, pemikiran dan aksi kita. Semakin kita tidak tergantung dari sifat kebendaan tersebut. Kita adalah hamba Tuhan dan telah di tunjuk sebagai KhalifahNya untuk mengatur dan menata kehidupan di alam bumi, dimana kita sebagai wakilNya.

Baca Juga :  Jokowi Dihina, Jokowi Dimaki, Jokowi yang Terpilih

Jika demikian, mengapa kita begitu ingin merusak dan mengacaukan tatanan alam bumi yang seharusnya kita jaga dan harusnya kita lestarikan dalam harmoni kehidupan sosial kita?

Mengapa kebanyakan manusia sangat ambisius untuk “menguasai dunia” dan segala “isinya”?

Itu semua terjadi karena asumsi yang keliru dari dalam diri manusia itu sendiri. Kebanyakan manusia lebih berorientasi selalu melihat keluar dirinya dan sangat tidak mau melihat ke dalam dirinya sendiri. Padahal dirinya itu adalah keajaiban pertama yang Tuhan Ciptakan. (Bersambung)

Loading...

Baca Juga