oleh

Tidak Sense of Crisis, Apakah Cacat Bawaan Kapitalis?

Tidak Sense of Crisis, Apakah Cacat Bawaan Kapitalis? Oleh: Nur Rahmawati SH, Praktisi Pendidikan.

Kerja ekstra dalam penanganan pandemi virus corona, yang diperintahkan presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap kabinetnya menuai tanda tanya, pasalnya Jokowi geram berniat melakukan perombakan, hingga pembubaran lembaga.

Dilansir dari laman berita Detiknews.com, Presiden Joko Widodo mengatakan “Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Udah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat Perpu yang lebih penting lagi. Kalau memang diperlukan. Karena memang suasana ini harus ada, suasana ini tidak, bapak ibu tidak merasakan itu sudah,” ( 28/6/2020 ).

Agaknya hal itu dilakukan karena 3 bulan pandemi berlalu, belum menampakkan hasil yang diharapkan. Ini dipandang Jokowi bahwa para menteri tidak memiliki sense of crisis yang sama dalam menangani kondisi tersebut. Sebagaimana dikutip dari katadata.co.id, “Ini harus extraordinary. Perasaan ini harus sama, kalau ada satu saja berbeda bahaya. Jadi tindakan-tindakan kita, keputusan-keputusan kita, suasananya harus suasana krisis. Jangan kebijakan biasa-biasa saja, anggap ini normal. Apa-apaan ini,” katanya dengan nada tinggi. (28/6/2020).

Penanganan Pandemi di Sistem Kapitalis

Penanganan pandemi oleh pemerintah terkesan tak serius. Lantas apa yang menjadikan menterinya melakukan hal itu? apakah sudah hilang sikap kepatuhan terhadap pemimpin? Atau justru sistem kapitalis yang mensugestinya, sehingga melahirkan cacat bawaan. Perlu disadari, yang dibutuhkan dalam penanganan pandemi adalah landasan yang benar dalam pengambilan kebijakan. Selama dalam koridor kapitalisme, tidak akan lahir kebijakan benar karena selalu akan untungkan kapitalis. Lantas apa yang menjadi perhatian Jokowi akan hal ini?

Baca Juga :  Hadapi Pandemi? Butuh Konsistensi, Opini Tony Rosyid

Ada beberapa sektor yang mendapat sorotan. Pertama, bidang kesehatan dengan anggaran Rp 75 triliun. Jokowi mengkritik penggunaan anggarannya baru sekitar 1,53%. “Pembayaran dokter, tenaga spesialis keluarkan. Belanja peralatan keluarkan,” katanya. Dengan begitu, uang beredar di masyarakat tersebut dapat memicu aktivitas perekonomian.

Kedua, bantuan sosial ke masyarakat. “Ini harusnya 100% sudah disalurkan,” katanya.

Ketiga, sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). “Segera stimulus ekonomi bisa masuk ke usaha kecil mikro, mereka tunggu semuanya. Jangan biarkan mereka mati dulu, baru kita bantu,” kata Jokowi. Dikutip dari katadata.co.id (28/6/2020).

Dari beberapa sektor yang tersorot agaknya menampakkan kegagalan sistem yang diadopsi negara, ketidak mampuan sistem kapitalis yang berpijak pada keuntungan dan berpihak pada pemilik modal tentu akan mendatangkan korban yang notobenenya rakyat kecil.

Selain itu negara Indonesia bukanlah negara miskin, negara ini melimpah sumber daya alamnya dari tambang mas di Papua, batu bara di Kalimantan, minyak di Jawa tak lantas mampu menangani krisis kesehatan dan ekonomi disebabkan pandemi.

Baca Juga :  Sense of Crisis VS Multidimensional Crisis Adalah Buah Sistem Kapitalis

Islam Satu-Satunya Solusi

Di tengah krisis multidimensi yang akan terjadi pasca wabah, menunjukkan ketidakmampuan sistem kapitalisme neoliberal menyelamatkan manusia dari wabah, seharusnya makin menyadarkan kaum muslimin bahwa kita butuh sistem baru.

Sistem sempurna yang akan memberikan solusi mensejahterakan rakyat, menyelamatkan manusia dari malapetaka dan bencana. Sistem saat ini telah gagal menyelamatkan di saat wabah, bahkan sebelum ada wabah pun telah gagal menjalankan perannya sebagai pengayom, pelindung dan penjaga masyarakat.

Satu-satunya yang menjadi harapan adalah sistem yang dibangun berlandaskan wahyu Allah dan dituntun Nabi Muhammad SAW, yaitu sistem Islam. Yang memiliki solusi lengkap atas persoalan hidup, begitu pula soal menghadapi ancaman krisis.

Dalam hadis Rasulullah menegaskan, “Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang dibelakangnya dan berlindung kepadanya….”(HR Muslim).

Fungsi politik ini dimiliki, maka seluruh rantai pasok pangan dikuasai negara. Swasta boleh memiliki usaha pertanian, dengan syarat penguasaan tetap di tangan negara dan tidak boleh dialihkan kepada korporasi. Produksi dikuasai negara sebagai cadangan pangan negara.

Baca Juga :  Meneropong Bahaya New Normal, Opini Patimatul Jahroh

Cara Islam Atasi Krisis

Dikutip dari Al-waie.id, upaya mencegah krisis ekonomi global adalah dengan 9 cara, 5 diantaranya:

Pertama, mengubah perilaku buruk pelaku ekonomi. Dengan menyandarkan pada akidah Islam.

Kedua, tata kelola pemerintahan sesuai syariah. Politik Ekonomi Islam bertujuan untuk memberikan jaminan pemenuhan pokok setiap warga negara (Muslim dan non-Muslim) sekaligus mendorong mereka agar dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier sesuai dengan kadar individu yang bersangkutan yang hidup dalam masyarakat tertentu.

Ketiga, kestabilan sosial dan politik. Berdasarkan tata kelola pemerintahan dalam Islam, Khilafah akan melaksanakan dan memantau perkembangan pembangunan dan perekonomian dengan menggunakan indikator-indikator yang menyentuh tingkat kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya, bukan hanya pertumbuhan ekonomi.

Keempat, menstabilkan sistem moneter. Salah satunya Mengubah dominasi dolar dengan sistem moneter berbasis dinar dan dirham.

Kelima, menstabilkan sistem fiskal. Dalam sistem ekonomi Islam dikenal tiga jenis kepemilikan: kepemilkan pribadi; kepemilikan umum dan kepemilikan negara.

Inilah kesempurnaan Islam dalam mengatasi krisis, yang terbukti pernah berjaya selama 13 abad dari Maroko hingga Merauke. Sudah selayaknyalah dijadikan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.

Loading...

Baca Juga