oleh

Pilpres, Strategi Hoaks, Angin Puting Beliung dan Angin Duduk

Pilpres, Strategi Hoaks, Angin Puting Beliung dan Angin Duduk. Oleh: Tubagus Soleh, Ketum Babad Banten Nasional.

Terkadang kekalahan dan kemenangan dalam politik bisa ditentukan oleh opini. Siapapun yang mampu mengendalikan opini publik,saya percaya dia pasti sangat berkuasa.

Kekuasaan atau menjadi penguasa memang sangat menggiurkan. Hampir semua orang menginginkan posisi itu. Bahkan untuk meraihnya pun tidak jarang menggunakan cara cara kotor dan busuk.

Zaman now, hoaks digunakan untuk meraih kekuasaan. Yaitu suatu narasi kebohongan yang dikemas seolah-olah benar. Bahkan jika dibaca oleh kalangan awam sudah pasti dianggap benar. Oleh karenanya hoaks ditargetkan hanya untuk menyasar kelompok-kelompok yang dianggap bisa dibius dan dibelokkan persepsinya untuk kepentingan pembikin hoaks.

Baca Juga :  Dibekukan dari Direktur KOIN NU Lampung, Andy Warisno Tak Mau Bayar Kotak KOIN NU?
Strategi hoaks memang sangat mujarab. Beberapa pemimpin negara sudah merasakan kehebatan metode hoaks ini. Bahkan kini menjadi trend dikalangan kaum politisi di Negara kita, Indonesia.

Saat ini, ajang pilkada dan Pilpres menjadi arena pertarungan hoaks yang saling mematikan. Siapapun berpotensi menjadi korban hoaks.

Tidak penting anda siapa dan berdiri dalam barisan siapa. Ketika menjadi lawan politik maka anda sudah masuk dalam kategori berbeda.

Kadang saya dibuat merinding membaca meme hoaks, tapi juga kadang membikin kita tertawa geli menyimak narasi hoaks. Tujuan dari semua hoaks adalah rusaknya cara pandang bangsa Indonesia terhadap objektifitas kebenaran.

Bila suatu bangsa sudah rusak cara pandang objektifitas kebenarannya, sudah bisa dipastikan bangsa itu akan mudah dikuasai dan dikendalikan. Dalam bahasa kampung kita, menjadi jongos dari kaum hoakser.

Baca Juga :  Babad Banten Kutuk Pembantaian Umat Islam di Masjid Selandia Baru

Hoaks berkembang beranak pinak ketika demokrasi memberikan ruang yang nyaman bagi kebohongan, merendahkan dan minus nilai-nilai penghormatan. Karena sesungguhnya perilaku hoaks merupakan cerminan dari jiwa yang sakit, hawwek dan serakah.

Padahal demokrasi mensyaratkan kejujuran, kedewasaan dan saling menghormati. Namun karena tujuan berdemokrasi sudah terdegredasi hanya untuk kemenangan saja, maka apapun harus dilakukan demi kemenangan. Tidak perlu lagi mengindahkan etika dan sopan santun. Hanya orang lemah saja yang bisa bersopan santun. Begitu dalam pikiran penganut hoakser sejati.

Bila kita membiasakan menyebarkan hoaks hanya karena ingin kemenangan dalam berdemokrasi, tunggulah saatnya pasti akan datang  “angin puting beliung” yang dalam sekejap akan meluluhlantahkan demokrasi kita. Dan untuk selanjutnya akan terdiam selamanya karena diserang oleh “angin duduk”. Penyesalan akhir tidak berguna.

Baca Juga :  Tahun Baru Hijriah 1441 H: Mau kemana Kita?

Sejatinya perhelatan Pilpres menjadi ‘pesta rakyat’ yang menyenangkan, mendewasakan dan mensejahterakan. Dalam rangka memperkokoh kebangsaan kita sebagai bangsa Indonesia.

Loading...

Baca Juga